Kasus Setyo Novanto, akhirnya bakal sampai pada titik temunya. Dalam Teori Konspirasi kita kenal dengan yang namanya teori DOMINO. Teori Domino adalah satu taktis untuk melepas satu untuk mendapat ganti yang lebih besar. Pembuat scenario 2019 yang juga merupakan Perancang Scenario 2014 sudah mengenal betul efek dampak dari Hasil Pemilu 2014. Skenario untuk kembali mempertemukan Jokowi dengan Prabowo secara face to face yang dirancang bakal tetap dimenangkan oleh petahana.
Presidential Treshold merupakan langkah pertama untuk membatasi munculnya calon Presiden. Dengan Presidential threshold 20 % dari hasil Pemilu 2014, secara langsung yang akan terjadi, Partai Baru tidak bisa mengusulkan Calon Presiden (Lihat Perindo langsung berikan dukungan pada Jokowi) maka peta kekuatan akan tampak; Nasdem, PDIP, PKB, hanura dan Perindo menjadi kekuatan awal Kubu Jokowi yang akan berhadapan langsung dengan Kubu Prabowo yang dijaga GERINDRA, PKS dan PAN.
Dalam Posisi seperti ini masih ada dua Parta besar yang mempunyai nilai tawar dari hasil Pemilu 2014 yaitu Golkar dan Demokrat. Bila Golkar dan Demokrat tidak bisa dikendalikan maka dua Partai itu dengan dukungan partai kecil dimungkinkan mampu mencalonkan sekurang-kurangnya satu Pasangan Capres atau bahkan bisa ada dua Pasangan Capres tambahan.
Bila Golkar dan Demokrat menyatu mengusung satu Pasangan Calon Presiden, maka dengan 26,19% akan menjadi ancaman telak bagi Jokowi. Belum lagi bila Golkar dan Demokrat berpisah dan mampu mempengaruhi Partai kecil lainnya (PKB, Hanura, PPP) maka komposisi parpol pengusung pasangan Calon Presiden akan berubah total.
Ini yang sama sekali tidak dikehendaki oleh Pengusung Jokowi.
Saat Pengusung Jokowi masih ada dalam kekuasaan, adalah kesempatan terbaik untuk menyusun ulang strategi dengan memanfaatkan kekuasaan mengendalikan hukum sebagai alat melakukan intimidasi pada golkar dan Demokrat agar tidak ikut bermain dan sekaligus sebuah tawaran (paksaan) untuk bergabung mendukung petahana.
KPK yang sejak dibentuk sebenarnya merupakan terobosan hukum sebagai alat kekuasaan untuk mengendalikan system korup yang sengaja dibentuk. (Bukan bagian dari Kekuasaan Kehakiman secara utuh) Sejak pembentukkanya KPK memang sudah merupakan sebuah intervensi dari kekuatan Politik terhadap Kekuasaan Kehakiman. Maka tidak aneh bila saat ini KPK melakukan gebrakan yang sarat dengan kepentingan Politik.
Kasus e KTP yang menjerat Setyo Novanto sebenarnya sebuah intimidasi terhadap Partai Politik yang terlibat dalam skandal e KTP, untuk tetap setia menyatu memberikan dukungan pada petahana. Masih ada gebrakan lain yang dilakukan KPK yaitu Kasus BLBI, Century dan Hambalang yang diangkat kembali kepermukaan. Tiga Kasus itu akan sangat efektif untuk mengendalikan Partai Golkar, Demokrat, bahkan PDIP.
Presiden Jokowi yang pada putaran pertama selalu dibebani dengan julukan petugas partai, secara tidak langsung juga “menyakiti” Partai Politik pengusung Presiden Jokowi yang lain di luar PDIP. Gebragan Surya Paloh sebagai Partai pertama yang mendeklarasikan dukungannya terhadap Petahana disusul Perindo, merupakan indikasi bakal adanya perubahan struktur dominasi Partai Politik pendukung petahana.
Kasus Hambalang, Century dan BLBI yang dimainkan KPK dengan sangat baik melalui intimidasi awal kasus e KTP yang melibatkan sebagian besar elt Partai Politik, menjadikan terutama Partai Gokar dan Demokrat untuk berfikir ulang bila ingin mengusung Pasangan Calon Presiden sendiri.
• Apakah Golkar atau Demokrat akan berani berfikir lain dalam intimidasi KPK?
• Apakah kasus Hambalang, Century dan BLBI akan diusut tuntas atau hanya akan berhenti pada salah seorang yang dikorbankan seperti setyo Novanto, sangat tergantung pada deal yang dicapai apakah Golkar, Demokrat dan bahkan PDI Perjuangan atas sikapnya pada petahana.
Bisa digambarkan, bila Golkar, Demokrat sudah ada dalam barisan petahana maka PDI Perjuangan tidak akan berani bicara bahwa Jokowi adalah semata petugas partai. Presiden Jokowi akan menjadi pusat kekuatan Politik yang didukung oleh Partai-partai besar.
Jelas bukan seperti yang saat ini diakui oleh PDIP, bahwa “jokowi adalah sekedar petugas partai” Tapi PDI Perjuangan yang justru ternyata hanyalah “sekedar alat” yang digunakan oleh penyusun scenario untuk mengangkat Jokowi pada posisi yang dikehendaki oleh kekuatan sebenarnya di balik sosok Jokowi.
• Saat itu terjadi, siapa lagi yang akan berani melakukan control terhadap Kekuasaan Presiden ?
Yang kemudian menjadi pertanyaan yang sangat mendasar adalah : “ Siapa sebenarnya penyusun skenario di balik kekuasaan Presiden Jokowi?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar