Diterjemahkan oleh Abu Fatimah, Lc
(Ar-Risalah Institute)
DAFTAR ISI
1. TAHUN KELAHIRAN YANG BERBEDA-BEDA
2. MIRZA GULAM AHMAD DAN ASAL USULNYA
3. PENGAKUAN-PENGAKUAN MIRZA GHULAM AHMAD
4. PERUBAHAN ISI TADZKIRAH AGAR COCOK DENGAN KENYATAAN
5. BENTUK-BENTUK PENGHINAAN MIRZA GHULAM
6. PENYAKIT-PENYAKIT MIRZA GHULAM AHMAD
7. MIRZA GHULAM AHMAD, “NABI” DARI INDIA YANG BODOH
8. SEJARAH MUBAHALAH
9. PARA SAKSI KEMATIAN MIRZA GHULAM AHMAD
Ahmadiyah selalu menjadi polemik di seluruh dunia. Kaum muslimin tetap berkeyakinan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat, karena berkeyakinan ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
Untuk menguatkan dakwaan kita bahwa Ahmadiyah adalah sesat, maka dengan ini saya akan paparkan beberapa hal yang saya nilai ganjil. Mulai dari tahun kelahiran Mirza Ghulam Ahmad yang berbeda-beda, ramalan yang tidak pernah terbukti, melakukan pembohongan (padahal seorang nabi tidak akan pernah berbohong), mengajak bermubahalah, eh malah Mirza Ghulam Ahmad yang mati kolera. Tetapi, para pengikutnya tetap saja membela kesesatan ini. Mungkin saja, di balik pembelaan mereka ini ada udang di balik batu. Ada uang yang melimpah bantuan dari asing, atau ada kepentingan politik yang ingin dicapai di balik semua ini.
Mari kita simak satu persatu kesesatan Ahmadiyah ini. Di antaranya :
1. TAHUN KELAHIRAN YANG BERBEDA-BEDA
Mengapa berbeda-beda? Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa dirinya dilahirkan pada tahun 1839 atau 1840. Mirza Ghulam Ahmad berkata, ”Saya dilahirkan pada tahun 1839/1840. Karena pada saat itu, adalah akhir dari Pemerintahan Sikh. Pada tahun 1857, saya baru berumur 16 tahun. Janggut serta kumis saya belum tumbuh.” (Kitabul Bariyyah, hal. 159/ Ruhani Khozain Jilid 13 hal. 177).
Akan tetapi para pengikutnya merubah tahun kelahiran nabi mereka. Dengan ini mereka bertujuan agar usia nabi mereka (Mirza Ghulam Ahmad) sesuai antara ramalannya (Mirza Ghulam Ahmad) mengenai umurnya sendiri. Para pengikut Mirza Ghulam Ahmad menuliskan bahwa tahun kelahiran Mirza Ghulam Ahmad adalah tahun 1835. Hal ini dikarenakan Mirza Ghulam Ahmad pernah meramalkan bahwa umurnya akan berkisar antara 75-85.
Mirza Ghulam Ahmad berkata di dalam kitabnya, Dhamimah Haqiqatul Wahyi, hal. 94 sebagai berikut :
أَطَالَ اللهُ بَقَاءَكَ تَعِيْشُ ثَمَانِيْنَ حَوْلًا أَوْ تَزِيْدُ عَلَيْهِ خَمْسَةً أَوْ أَرْبَعَةً أَوْ يَقِلُّ كَمِثْلِهَا.
“Allah akan memanjangkan umurmu, engkau akan hidup sekitar 80 tahun, atau lebih 5 atau 4 tahun dari itu (84 atau 85 tahun), atau kurang seperti itu (kurang 5 atau 4 tahun dari 80 tahun, yaitu 74 atau 75 tahun).” Perhatikan juga wahyu Mirza Ghulam Ahmad yang terdapat di dalam kitab Ruhani Khozain, jilid 22 kitab Haqiqatul Wahyi, hal. 100.
Oleh karena itu, ketika para pengikut Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa nabi mereka lahir pada tahun 1835, maka ketika Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada tahun 1908, artinya ramalannya tepat. Karena 1908 – 1835 = 73 tahun. Akan tetapi, apabila tidak dirubah, maka ramalan Mirza Ghulam Ahmad tidak terbukti. Karena 1908 – 1839 = 69 tahun. Umur Mirza Ghulam Ahmad yang sebenarnya adalah 69 tahun. Jadi antara ramalan dengan kenyataan tidak sesuai.
2. MIRZA GULAM AHMAD DAN ASAL USULNYA
Mirza Ghulam Ahmad mengaku keturunan Persia.
”Keluarga ini (yaitu keluarga aku) dikenal sebagai keluarga Mongol. Akan tetapi Allah yang mengetahui hal gaib dan hal sebenarnya telah menampakkan kepadaku berkali-kali di dalam wahyu-Nya yang suci bahwa keluargaku adalah keluarga (keturunan) Persia dan Allah telah memanggilku dan telah berkata kepadaku dengan sebutan Ibnu Paris (Anak Persia), sebagaimana Allah telah berfirman tentang aku, ”Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menjauhkan diri dari jalan Allah, maka akan menjawab kepada mereka seorang laki-laki dari Persia dan Allah berterima kasih atas usahanya (usaha Mirza Ghulam Ahmad),” (Haqiqatul Wahyi, hal. 81).
”Sekarang telah nampak bagiku dari firman Allah bahwa keluargaku benar-benar keluarga (keturunan) Persia, bukan keturunan Mongol. Aku tidak tahu, dari mana dan kesalahan apa sehingga keluargaku dikenal sebagai keturunan Mongol,” (Haqiqatul Wahyi, hal. 81).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku keturunan China.
”Sesungguhnya Muhyiddin Ibnul Arabi telah mengabarkan tentang aku di dalam kitabnya ”Fushulul Hikam” ketika dia berkata bahwa akan dilahirkan di akhir zaman seorang anak laki-laki yang akan berdakwah ke jalan Allah. Tempat lahirnya adalah di China dan bahasanya bahasa negerinya. Maka aku lah yang dimaksud itu, karena aku adalah asli keturunan China,” (Haqiqatul Wahyi, hal. 209).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku keturunan Bani Fatimah.
”Sesungguhnya keluargaku termasuk keluarga mulia campuran, dari keturunan Persia dan keturunan Fatimah RA, atau bisa dikatakan bahwa keluargaku adalah keluarga yang terdiri dari Mongol dan orang-orang mulia. Akan tetapi aku percaya dan aku yakin bahwa asal keluargaku adalah dari keturunan Persia dan keturunan Fatimah; karena wahyu Tuhan yang mutawatir telah meyakinkan aku atas hal tersebut dan bersaksi padaku dengan hal itu,” (Taryaqul Qulub, hal. 287).
3. PENGAKUAN-PENGAKUAN MIRZA GHULAM AHMAD
Mirza Ghulam Ahmad mengaku melihat Allah SWT dalam wujud manusia.
”Pada saat bepergian tersebut, berkata Mirza Ghulam Ahmad, ’Aku benar-benar melihat Allah menampakkan wujudnya dalam wujud manusia. Maka Allah SWT berfirman kepadaku sambil meletakkan tangan-Nya di atas lututku, ’Kalau engkau itu adalah untuk-Ku, maka seluruh alam (dunia) ini adalah untukmu.’ ” (Majalah At-Taqwa, jilid 14, vol. 11 dan 12 Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram 1422 H.)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai nabi.
”Sesungguhnya aku katakan bahwa aku akan diberi gelar dengan gelar kenabian (disebut nabi) dan kerasulan (disebut rasul) setelah Nabi Muhammad SAW yang merupakan penutup para nabi dalam hakikatnya. Hal ini bukan sebagai bentuk caci maki dan tidak juga bertentangan dengan kepenutupannya (Muhammad SAW penutup para nabi dan rasul). Sesungguhnya aku telah disebut berulangkali bahwa aku ini adalah masuk dalam kategori firman Allah SWT, ”dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana,” Nabi Muhammad telah ditentukan sebagai penutup para nabi dalam bentuk bayang-bayang dan Allah telah menamaiku nabi dan rasul di dalam kitab Barahin Ahmadiyah 20 tahun sebelum ini dan Allah telah menjadikan aku sebagai bukti wujudnya. Dengan cara ini kepenutupan beliau (Rasulullah SAW) tidak akan bergoyang dengan sebab kenabianku (Mirza Ghulam Ahmad), karena bayangan itu tidak akan pernah berpisah dari bentuk aslinya,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 212).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu syariat.
”Sesungguhnya aku menerima wahyu syariat juga,” (Ruhani Khazain, jilid 17, Arbain Li Itmamil Hujjah ’Alal Mukhalifin ” Kitab 40 Penyempurnaan Hujjah kepada Orang-orang yang Berbeda Faham, hal. 435).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku seperti batu bata terakhir.
”Maka Allah bermaksud untuk menyempurnakan kenabian dan menyempurnakan bangunan dengan batu bata terakhir. Maka aku lah batu bata terakhir itu wahai orang-orang yang melihat,” (Ruhani Khazain, jilid 16, Khutbah Ilhamiyah hal. 178).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi dengan bukti-buktinya sebanyak 300.000 bukti.
”Dan Allah lah yang menggenggam ruhku, Dia lah yang telah mengutusku dan menamaiku Nabi...dan Allah memberikan bukti-bukti yang jelas atas kebenaran pengakuanku yang bukti-bukti tersebut mencapai angka 300.000 bukti,” (Tatimmah Haqiqatul Wahyi, hal. 503).
Mirza Ghulam Ahmad menghilangkan jihad.
”Sekarang telah berakhir hukum jihad. Karena dikatakan bahwa setelah dibangkitkannya Al-Masih Al-Maw’ud, maka peperangan atas nama agama dan jihad dengan pedang telah berakhir. Hal ini dikarenakan Al-Masih tidak akan mengangkat pedang. Doanya itulah sebagai pedangnya,” (Ruhani Khazain, jilid 17, kitab Pemerintah Inggris dan Jihad, hal. 8).
Kebohongan Mirza Ghulam Ahmad.
”Aku pernah melihat dalam kasyafku bahwa aku telah menyodorkan beberapa lembar kertas yang cukup banyak kepada Allah SWT, agar Allah mau menanda tanganinya dan membenarkan seluruh permintaan yang aku usulkan. Aku lihat bahwasanya Allah telah menanda tangani kertas-kertas aku tersebut dengan tinta merah. Dan pada saat kasyaf itu, ada seorang laki-laki yang merupakan pengikutku yang bernama Abdullah. Dan tatkala kasyaf itu telah selesai, aku benar-benar melihat bahwa baju-bajuku dan baju Abdullah telah penuh dengan warna merah tersebut, padahal kami tidak mempunyai sesuatu yang berwarna merah. Sampai sekarang, baju-baju ini masih ada di pengikutku, Abdullah,” (Taryaqul Qulub, hal. 197).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Maryam, kemudian melahirkan Isa yang tidak lain adalah dirinya. Jadi Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Maryam dan Isa (merangkap).
”Sebelum 20 atau 22 abad (yang lalu), Allah telah menjadikan aku sebagai Maryam yang akan melahirkan Isa...Allah menjadikan aku sebagai Maryam selama 2 tahun...kemudian Allah meniupkan ruh Isa kepadaku sebagaimana Allah telah meniupkan ruh kepada Maryam. Dengan bentuk isti’arah (kiasan) aku menjadi hamil. Dan setelah beberapa bulan yang tidak lebih dari 10 bulan setelah ilham ini, maka aku pun berubah dari bentuk Maryam ke bentuk Isa. Dan dengan cara seperti ini aku menjadi Isa dan Allah menyembunyikan rahasia ini daripadaku. Allah telah menyembunyikan hal ini dari aku, yaitu seolah-olah engkau dijadikan sebagai Maryam, kemudian ditiupkan ruh kepadamu dan dilahirkan darimu Isa...maka aku pun menjadi Isa bin Maryam,” (Kasyti Nuh, hal. 50).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Nabi Isa AS (bertugas memperbaiki akhlak dan menghapus jihad).
”Adapun maksud dari pengutusanku dan pengutusan Isa adalah satu, yaitu untuk memperbaiki akhlak dan melarang jihad dan memperlihatkan ayat-ayat (mukjizat-mukjizat) untuk menguatkan iman para hamba. Tidak diragukan bahwa bentuk jihad itu telah tiada di zaman ini dan di negeri ini (India). Maka pada hari ini diharamkan atas kaum muslimin untuk berperang atas nama agama,” (Majmu’ah Isytaharat, jilid 1, hal. 303).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Al-Masih Kedua.
Pada tahun 1893, Mirza Ghulam Ahmad pernah mengaku menerima wahyu bahwa ruh para nabi yang telah wafat bisa melihat nasib para pengikutnya yang sedang tersesat. Maka ruh para nabi itu memohon kepada Allah SWT agar mereka itu turun kembali ke dunia. Maka Allah SWT pun segera menciptakan seseorang yang mirip dengan nabi tersebut untuk melaksanakan keinginan nabi yang sudah wafat tersebut. Mirza Ghulam Ahmad membuat contoh dengan mengatakan bahwa ruh Nabi Isa AS akan turun ke dunia (reinkarnasi) sebanyak tiga kali. Pertama akan turun (reinkarnasi) kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang kedua reinkarnasi kepada dirinya (Mirza Ghulam Ahmad) dan yang ketiga akan reinkarnasi kepada Al-Masih Ketiga di akhir zaman. Tetapi, di lain kesempatan Mirza Ghulam Ahmad mengatakan tidak akan ada lagi Al-Masih setelah dirinya.
وَ ِإنَّا إِذَا وَدَّعْنَا الدُّنْيَا فَلَا مَسِيْحَ بَعْدَنَا إِلَى يِوْمِ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya kami jika kami telah meninggalkan dunia (wafat), maka tidak akan ada lagi Al-Masih setelah kami,” (Ruhani Khazain, I’jazul Masih, jilid 18, hal. 73).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku reinkarnasi Nabi Muhammad SAW.
”Pada saat aku menjadi Muhammad SAW dalam bentuk bayangan dan reinkarnasi, maka hal ini tidak menghilangkan (predikat) penutup para nabi. Karena kenabian Muhammad akan tetap seperti itu dan hanya terbatas untuk diri beliau dan tidak ada yang mengaku sebagai nabi selain Muhammad SAW,” (Ruhani Khazain jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah hal. 212).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai nabi dalam bentuk bayangan.
”Akan tetapi barangsiapa yang ...
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai nabi dan menerima risalah.
”Tatkala aku menjadi reinkarnasi dari Nabi Muhammad SAW yang telah ada sebelumnya sejak lama, (maka) aku pun menerima kenabian reinkarnasi,” (Ruhani Khazain jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah hal. 215).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bernama Muhammad dan Ahmad.
”Dengan bentuk ini, predikat penutup para nabi tetap terjaga. Sesungguhnya aku diberi nama Muhammad dan Ahmad dari cermin pertemanan dengan cara pantulan dan bayangan. Dan barangsiapa yang dimarahi oleh wahyu Tuhan ini dan mereka tidak memanggilku dengan sebutan nabi dan rasul, maka inilah bentuk kedunguannya,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 211).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bernama Muhammad SAW dan Ahmad.
”Kesimpulan dari kenabian dan kerasulanku ketika aku merupakan Muhammad dan Ahmad yang bukan karena diriku. Semua ini aku peroleh dengan cara melebur bersama Rasulullah SAW. Maka hal ini tidak bertentangan dengan makna penutup para nabi,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 208).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bernama Muhammad SAW dan Ahmad.
”Kesimpulan dari kenabian dan kerasulanku ketika aku merupakan Muhammad dan Ahmad yang bukan karena diriku. Semua ini aku peroleh dengan cara melebur bersama Rasulullah SAW. Maka hal ini tidak bertentangan dengan makna penutup para nabi,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 208).
Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul.
”Dengan pengayoman melalui Muhammad Al-Musthafa, aku dinamai Muhammad dan Ahmad. Maka aku pun merupakan seorang nabi dan rasul,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 211).
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai reinkarnasi.
”Sudah ditakdirkan bahwa Nabi Muhammad SAW itu bereinkarnasi. Sekarang ini telah muncul (bereinkarnasi) dan tidak ada (alasan) untuk berkesimpulan dari sumber kenabian jalan yang lainnya,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 216).
Mirza Ghulam Ahmad meramal hari Kiamat.
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang hari Kiamat. Kapan hari Kiamat terjadi? Maka Rasulullah SAW bersabda bahwa hari Kiamat akan terjadi 100 tahun lagi dari tanggal hari ini atas seluruh anak Adam,” (Izalatul Auham, hal. 227).
Mirza Ghulam Ahmad antek penjajah Inggris.
“Sesungguhnya ayahku pernah menjabat sebuah jabatan di Kantor Pemerintahan. Ayahku termasuk orang yang loyal terhadap Pemerintah Inggris, sampai ayahku pernah membantu Pemerintah Inggris pada tahun 1857 dengan bantuan yang sangat baik, yaitu dengan bantuan pasukan sebanyak 50 prajurit dan 50 kuda kepunyaannya. Ayahku juga berkhidmat kepada Pemerintah yang Mulia di atas kemampuannya. Akan tetapi setelah itu, mulailah terjadi perubahan dan kemunduran yang menimpa keluargaku, sehingga keluarga menjadi keluarga petani yang miskin,” (Tuhfah Qaishariyyah, hal. 18-19).
Mirza Ghulam Ahmad mengklaim bahwa Masjidil Aqsa itu masjidnya di Qadian.
”Masjid Al-Aqsha itu adalah masjid yang dibangun oleh Al-Masih Maw’ud di Qadian. Dinamakan Al-Aqsha karena (faktor) jauhnya dari zaman kenabian, dan juga karena terletak di ujung yang paling jauh dari zaman permulaan Islam,” (Majmu’ah Isytaharat, jilid 1 hal. 293).
Mirza Ghulam Ahmad ingkar janji.
”Aku ingin menulis buku ini sebanyak 50 jilid. Akan tetapi aku merasa cukup untuk menulisnya sebanyak 5 jilid saja. Karena aku menemukan bahwa antara 50 dan 5 itu tidak ada perbedaan, kecuali hanya angka nol saja,” (Barahin Ahmadiyah, jilid 5, hal. 9).
4. PERUBAHAN ISI TADZKIRAH AGAR COCOK DENGAN KENYATAAN
Contoh isi Tadzkirah yang dirubah oleh para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Wahyu Mirza Ghulam Ahmad dalam bahasa Inggris yang salah gramatikanya.
Tadzkirah dalam teks Arab terdapat teks Inggris yang berbunyi seperti ini : “I am quarreler,” “Saya orang yang sering bertengkar,” (Tadzkirah, hal. 55).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris :
Tadzkirah dalam teks Inggris berbunyi seperti ini : “I am a quarreler,” “Saya orang yang sering bertengkar,” (Tadzkirah, hal. 36). (ditulis dengan tambahan huruf “a”, I am a qaurreler).
Contoh isi Tadzkirah yang dirubah oleh para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Wahyu Mirza Ghulam Ahmad dalam bahasa Inggris yang salah gramatikanya. Tadzkirah dalam teks Arab terdapat teks Inggris yang berbunyi seperti ini : “Words of God not can exchange,” “Firman Tuhan tidak bisa dirubah,”
(Tadzkirah, hal. 116).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris : “Words of God cannot exchange,” “Firman Tuhan tidak bisa dirubah,”
(Tadzkirah, (versi Inggris), hal. 63).
Contoh isi Tadzkirah yang dirubah oleh para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Kisah Mirza Ghulam Ahmad ketika akan melahirkan. Tadzkirah dalam teks Arab berbunyi seperti ini :
فَأَجَاءَهُ الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَ يَا لَيْتَنِيْ مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا.
“Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksa Mirza Ghulam Ahmad (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (MGA) berkata, “Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan,” (Tadzkirah, hal. 71).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris : Tadzkirah dalam teks Inggris berbunyi seperti ini : “This revelation : The pains of childbirth drove her to the trunk of a palm tree and she cried out: Would that I had died before this and had been quite forgotten,”(Tadzkirah, (versi Inggris), hal. 47).
“Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksa dia (Mirza Ghulam Ahmad sebagai Maryam) (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Mirza Ghulam Ahmad sebagai Maryam) berkata, “Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan,” (Tadzkirah, (versi Inggris), hal. 47).
Pengikut Mirza Ghulam Ahmad merubah isi Tadzkirah agar sesuai dengan kenyataan. Ramalan akan lahir anak laki-laki kelima Mirza Ghulam Ahmad dirubah menjadi cucu laki-laki.
Tadzkirah dalam teks Arab berbunyi seperti ini :
"اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَهَبَ لِيْ عَلَى الْكِبَرِ أَرْبَعَةً مِنَ الْبَنِيْنَ وَ أَنْجَزَ وَعْدَهُ مِنَ الْإِحْسَانِ وَ بَشَّرَنِيْ بِخَامِسٍ فِيْ حِيْنٍ مِنَ الْأَحْيَانِ،" مواهب الرحمن ص: 139. و حقيقة الوحي ص: 218 و 219.
“Segala puni bagi Allah yang telah memberikan empat anak laki-laki di usia tuaku dan Dia akan melaksanakan janji-Nya dari kebaikan-Nya, dan Dia memberikan kabar gembira kepadaku dengan anak kelima di kemudian hari,” (Mawahibur Rahman, hal. 139 dan Haqiqatul Wahyi hal. 218-219).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris : Tadzkirah dalam teks Inggris berbunyi seperti ini : “All prise belongs to Allah Who has bestowed upon me in my old age four sons and has thus fulfilled His promise benevolently and has given me the good news of a fifth one, as a grandson, which will be fulfilled at some time,” (Mawahibur Rahman, p. 139, and Haqeeqat-ul-Wahi pp. 218-219).
“Segala puni bagi Allah yang telah memberikan empat anak laki-laki di usia tuaku dan Dia akan melaksanakan janji-Nya dari kebaikan-Nya, dan Dia memberikan kabar gembira kepadaku dengan cucu laki-laki di kemudian hari,” (Mawahibur Rahman, hal. 139 dan Haqiqatul Wahyi hal. 218-219).
5. BENTUK-BENTUK PENGHINAAN MIRZA GHULAM
Mirza Ghulam Ahmad menghina Allah SWT (Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa Allah SWT mempunyai banyak tangan seperti gurita).
“Kami bisa menggambarkan wujud Allah. Sesungguhnya Allah itu mempunyai banyak tangan dan kaki. Anggota tubuhnya (juga) banyak, tidak bisa dihitung. Besar, panjang dan lebarnya tidak ada batasannya. Allah yang Maha Tinggi seperti gurita. Allah juga mempunyai tubuh yang sangat banyak yang membentang ke seluruh penjuru dunia,” (Taudhih Maram, hal. 90).
Mirza Ghulam Ahmad memanggil Allah SWT dengan Yalasy.
”Allah telah mengajak berbicara kepadaku dan Dia berkata Yalasy. Dan Yalasy ini adalah salah satu nama Allah. Ini adalah kalimat ilham yang baru yang aku tidak menemukan bentuknya di dalam Al-Qur`an dan hadits dan tidak juga di dalam kitab-kitab kamus bahasa. Dan aku telah menemukan artinya (arti kata Yalasy) yaitu, wahai yang tidak ada sekutu. Dan maksud dari pengilhaman nama ini adalah bahwa seseorang itu tidak akan hanya dirinya (khusus) yang menerima sifat baik, atau sebutan dan perbuatan baik, sedangkan yang lainnya tidak menerima semua ini (tidak mempunyai sifat, sebutan dan perbuatan yang baik). Ini semua adalah rahasia bahwa sifat-sifat setiap nabi dan mukjizatnya akan memantulkan kepada umatnya yang terbaik, yaitu orang-orang yang bertabiat dengan tabiatnya yang menyeluruh, agar tidak menipu orang-orang bodoh dari umat ini dengan kekhususan yang dimilikinya dan mereka menjadikannya tidak ada bandingannya. Sikap seperti ini adalah kekufuran yang besar ketika seorang nabi dinamai dengan Yalasy dengan tidak ada mukjizat atau karamah yang luar biasa bagi seorang nabi kecuali ada beribu-ribu orang yang memilikinya juga,” (Ruhani Khazain, jilid 17, hal. 203, kitab Tuhfah Gholarwiyah).
Nama Mirza Ghulam Ahmad adalah nama tertingginya Allah SWT.
”Kamu (Mirza Ghulam Ahmad) adalah nama-Ku yang tertinggi,” (Tadzkirah, hal. 331).
Mirza Ghulam Ahmad menghina Allah SWT (Nama Mirza Ghulam Ahmad sempurna, tapi nama Allah SWT tidak sempurna).
“Wahai Ahmad, namamu sempurna, tapi nama-Ku tidak sempurna,” (Majmu’ah Isytaharat, hal. 266).
6. PENYAKIT-PENYAKIT MIRZA GHULAM AHMAD
Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit diare.
”Telah berkata kepadaku dokter Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) bahwa hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS menderita penyakit diare selama beberapa tahun sebelum kematiannya. Dan dia (Mirza Ghulam Ahmad) mati karena penyakit diare ini,” (Siratul Mahdi, jilid 2 hal. 58, baris ke-376).
Mirza Ghulam Ahmad sering sakit kepala (pening berat).
”Sesungguhnya Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS, pada sebagian besar kesempatannya suka diserang penyakit pusing berat, dan suatu hari hampir saja terjatuh ke tanah,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 213 s.d. 214, baris ke-788).
Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit histeria (penyakit saraf).
”Telah berkata kepadaku dokter Muhammad Ismail Al-Qadiani bahwa Hadhrat Al-Masih menderita penyakit histeria (penyakit saraf),” (Siratul Mahdi, jilid 2 hal. 55).
Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit TBC.
”Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit TBC selama 6 bulan,” (Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 55, baris ke-66).
Mirza Ghulam Ahmad sering mengonsumsi obat mengandung opium.
”Dokter Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa dia pernah meracik obat untuk Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud yang terdiri dari opium dan al-banju dan selain itu yang termasuk obat-obatan keras (mengandung racun berat). Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa untuk tujuan berobat dibolehkan mengonsumsi segala sesuatu yang haram. Demikian pula fatwanya tentang minum arak (boleh minum arak untuk pengobatan),” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 3, alinea ke-655).
Mirza Ghulam Ahmad sering memakai baju hangat di akhir hayatnya.
”Dokter Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS...biasa memakai pakaian hangat sepanjang tahun di akhir hayatnya,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 66, baris ke-597).
Mirza Ghulam Ahmad sering dipijat pembantunya (pembantu perempuan).
”Dokter Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa Hadhrat Ummul Mu’minin (isteri Mirza Ghulam Ahmad) telah berkata kepadaku bahwa pembantunya yang bernama Banu pernah memijat tubuh Mirza Ghulam Ahmad di atas kasurnya,” (Siratul Mahdi, hal. 210, baris ke-780).
Mirza Ghulam Ahmad sering ditunggui ketika sakitnya.
”Abdurrahman dan isterinya bisa menjaga Mirza Ghulam Ahmad di malam hari...dan di hari-hari ini, biasanya Mirza dijaga oleh isterinya, Hinsya Muhammad Din dan isterinya Babusyah,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 213, baris ke-786).
7. MIRZA GHULAM AHMAD, “NABI” DARI INDIA YANG BODOH
Mirza Ghulam Ahmad tidak hafal surat-surat panjang Al-Qur`an.
”Dokter Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS tidak hafal surat-surat panjang Al-Qur`an, walaupun dia mengetahui isi Al-Qur`an, tetapi dia tidak hafal banyak (surat-surat) Al-Qur`an,”
(Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 44, baris ke-553).
Wahyu Mirza Ghulam Ahmad dalam bahasa Arab dikoreksi oleh orang lain yang pandai berbahasa Arab.
”Telah mengabarkan kepadaku Mawlawi Syir Ali bahwa Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS -Mirza Ghulam Ahmad- telah berkata, ”Sesungguhnya seluruh karyaku berbahasa Arab adalah merupakan ilham (ilham agar ditulis dalam bahasa Arab). Karena aku menulisnya atas dukungan khusus dari Allah. Terkadang aku tidak mengetahui makna sebagian kalimat-kalimat dan alinea-alineanya yang telah aku tulis sendiri sampai aku harus melihat kamus (kamus bahasa Arab), kemudian aku bisa memahami maknanya. Mawlawi Syir Ali menambahkan bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad suka memberikan apa yang telah ditulisnya itu kepada Khalifah Pertama dan kepada Mawlawi Muhammad Ahsan untuk dikoreksi, jika diperlukan. Adapun Khalifah Pertama itu, biasanya dia menulis ulang kalimat-kalimat Arab setelah membacanya tanpa dibetulkan (tidak dikoreksi). Akan tetapi Al-Mawlawi Muhammad Ahsan suka membetulkan beberapa kalimat supaya susunan kalimatnya menjadi bagus. Al-Mawlawi Syir Ali menambahkan bahwa Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud suatu hari pernah berkata bahwa Al-Mawlawi Ahsan suka membetulkan beberapa kalimat sesuai pikirannya. Akan tetapi aku menilai bahwa klaimat-kalimat yang telah aku tulis itu sangat sesuai dan (justru) kalimat-kalimat Al-Mawlawi sangat lemah. Akan tetapi aku membiarkan kalimat-kalimat (koreksiannya) di beberapa tempat supaya hatinya tidak merasa sedih bahwa saya telah mengabaikan seluruh koreksiannya,”
(Siratul Mahdi, hal. 104).
Mirza Ghulam Ahmad belum pernah naik haji; i’tikaf dan mengeluarkan zakat harta.
”Dokter Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS belum pernah naik haji, belum pernah i’tikaf dan belum pernah mengeluarkan zakat hartanya,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 119, baris ke-672).
8. SEJARAH MUBAHALAH
Kisah mubahalah Mirza Ghulam Ahmad dengan Syaikh Abul Wafa.
الترجمة العربية
((مجموعة الإعلانات ج3 ص 578
الفصل النهائي في الخلاف مع المولوي ثناء الله الأمرتسري
بســــــم الله الرحمن الرحيم
نحمده و نصلي على رسوله الكريم
يستنبؤنك أحق هو. قل إي وربي إنه لحق
حضرة المولوي ثناء الله، السلام على من اتبع الهدى.
إن سلسلة تكذيبي جارية في جريدتكم "أهل الحديث" منذ مدة طويلة، أنتم تشهدون فيها أنني شخص مفتر و كذاب و دجال وأن دعواي للمسيحية الموعودة كذب وافتراء على الله.
إنني أوذيت منكم إيذاءاً وصبرت عليه صبراً جميلاً، لكن لما كنتُ مأموراً بتبليغ الحق من الله وأنتم تصدّون الناس عني فإنني أقول بإنني إن كنت كذاباً و دجالاً كما تقول أنت عني باستمرار إذاً سيكون موتي خلال فترة حياتك، و ذلك لأنني أعلم أن مدى حياة الفاسد و الدجال ليست طويلة، ففي النهاية لا يلبث أن يموت مخزيا يائساً خلال فترة حياة أعدائه. فمن الأفضل له أن يموت حتى لا يـُهلك عباد الله. وإن لم أكن أنا كذاباً و دجالاً بل كنت مشرّفاً بكلام الله و خطابه و كنت أنا المسيح الموعود فإنني أرجو أنه بفضل الله و حسب سنّته أن لا تفلت من العقوبة التي يستحقها الكذابون.
فإن لم تكن أنت خلال حياتي ضحية عقاب ليس بأيدي الناس بل هو كلياً بيد الله مثل الإصابة بمرض فتاك كالطاعون أو الكوليرا و غيره فإنني لا أكون من عند الله تعالى. هذه ليست نبوءة عن طريق الإلهام لكنها عبارة عن تضرع لله سبحانه كنت قد دعوت الله تعالى به ليفصل بيننا. فأنا أدعو الله: يا مالكي البصير القدير العليم الخبير أنت تعلم ما في نفسي، إن كانت دعواي للمسيحية الموعودة افتراء عليك وأنا في نظرك مفسد كذاب والافتراء في الليل والنهار شغلي فيا مالكي أنا أدعوك بالتضرع والإلحاح أن تميتني قبل المولوي ثناء الله وأن تجعله وجماعته مسرورين بموتي، آمين. لكن يا إلهي الكامل الصادق إن لم يكن المولوي ثناء الله على حق في اتهامه لي فإنني أدعوك بتضرع أن تميته خلال فترة حياتي، لكن ليس بأيدي الناس بل بمرض فتاك مثل الطاعون أو الكوليرا و غيره إلا في حالة أنه أعلن توبته - بمواجهتي و حضور جماعتي – عن كل تلك التوصيفات الحقيرة و كل تلك الألفاظ المسيئة التي اتخذها وظيفته الرسمية و التي سببت لي الألم دائماً. آمين يا رب العالمين آمين..))
((إنني أرى أن المولوي ثناء الله يريد أن يقضي على جماعتي من خلال تلك الإفتراءات و أن يهدم ذلك الصرح الذي صنعته بيديك يا إلهي يا مرسلي. لهذا السبب أنا أتضرع إليك مستمسكاً بعظمتك و رحمتك أن تفصل بيني و بين ثناء الله بالحق، فمن كان في نظرك دجالاً و كذاباً فاجعله يغادر هذه الدنيا في حياة الصادق، أو أصبه ببعض المحن التي تكافيء الموت، يا إلهي الحبيب إفصل بيننا بهذه الطريقة. آمين ثم آمين. ربنا افتح بينا و بين قومنا بالحق و أنت خير الفاتحين. آمين.
وأخيرا أرجو من المولوي صاحب أن ينشر هذا الموضوع في دوريته و أن يكتب ما يشاء تحته، و الآن الحكم بيننا بيد الله.
الراقم: عبد الله الصمد ميرزا غلام أحمد المسيح الموعود عافاه الله و أيده
بتاريخ : 15 إبريل 1907م.))
((Dari kitab, Majmu’atul I’lanat, jilid 3 hal. 578.
Bab terakhir dalam persengketaan dengan Mawlawi Tsanaullah Al-Amratsari
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Kami memuji-Nya dan kami berselawat kepada utusan-Nya yang mulia.
Mereka meminta kabar darimu (Mirza Ghulam Ahmad), apakah berita ini haq? Katakanlah, demi Allah, berita ini benar-benar haq.
Hadhrat Mawlawi Tsanaullah, semoga keselamatan atas orang-orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya rangkaian pendustaan terhadap aku terus berlangsung di koran kalian, ”Ahli Hadits,” sejak lama. Di mana kalian berkata di dalam koran kalian itu bahwa aku seorang pemalsu dan pembohong dan dajjal, dan pengakuan aku bahwa aku Al-Masih yang dijanjikan adalah kebohongan dan penghinaan terhadap Tuhan.
Sesungguhnya aku telah disakiti oleh kalian. Tetapi aku tetap bersabar (menghadapinya) dengan kesabaran yang baik. Akan tetapi, ketika aku diperintahkan untuk menyampaikan kebenaran dari Allah dan kalian memalingkan manusia dari aku, maka aku katakan bahwa jika aku ini seorang pembohong dan dajjal (penipu), seperti yang kamu katakan tentang aku terus menerus, maka kematian aku akan terjadi di masa hidupmu. Hal ini dikarenakan aku tahu bahwa jatah hidup seorang pembuat kerusakan dan pembohong tidak akan pernah lama. Pada akhirnya, dia (si pembohong) akan segera mati putus asa dan dengan cara yang memalukan di masa musuh-musuhnya masih hidup. Orang seperti itu lebih baik mati agar tidak menyesesatkan hamba-hamba Allah. Jika aku bukan pembohong dan penipu, justru aku mendapat kemuliaan dengan firman Tuhan dan perintah-Nya, dan aku benar-benar Al-Masih yang dijanjikan, maka aku berharap dengan karunia Allah dan sesuai dengan sunnah-Nya, agar tidak luput dari hukuman yang layak diterima oleh para pembohong.
Jika kamu selama aku hidup tidak menjadi korban hukuman yang bukan disebabkan oleh tangan manusia, tetapi sepenuhnya dikarenakan tangan Allah, misalnya tertimpa penyakit mematikan seperti penyakit pes atau kolera atau penyakit yang lainnya, artinya aku bukan utusan Allah Ta’ala. Hal ini bukan merupakan ramalan atas dasar ilham, tetapi hal ini merupakan bentuk merendahkan diri di hadapan Allah SWT, karena aku telah berdoa kepada Allah SWT agar memutuskan hal ini di antara kita. Aku berdoa kepada Allah : Wahai Tuhanku yang Maha Melihat, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Engkau tahu apa yang ada di dalam diriku. Jika pengakuanku sebagai Al-Masih Al-Maw’ud (Al-Masih yang dijanjikan) merupakan kebohongan kepada-Mu, dan menurut-Mu bahwa aku ini adalah seorang pembohong dan penipu, di malam dan siang hari. Wahai Tuhanku, aku berdoa kepada-Mu dengan penuh rendah diri, agar Engkau mematikan aku sebelum Mawlawi Tsanaullah dan jadikan dirinya (Mawlawi Tsanaullah) dan jemaahnya merasa senang atas kematianku, amin. Wahai Tuhanku, Yang Maha Sempurna dan Maha Jujur, jika Mawlawi Tsanaullah tidak berada di atas kebenaran atas tuduhannya terhadap aku, maka aku berdoa dengan penuh rendah diri kepada-Mu agar Engkau mematikannya selama aku masih hidup. Kematiannya ini bukan atas campur tangan manusia, tetapi dengan penyakit yang mematikan seperti penyakit pes atau kolera atau yang lainnya. Kecuali apabila dia (Tsanaullah) mengumumkan taubatnya di hadapan aku dan dengan disaksikan oleh jemaatku atas semua caci makinya dan semua kata-kata buruk yang menjadi pekerjaan sehari-harinya yang selalu membuat aku kesakitan. Amin, wahai Tuhan semesta alam ..)).
((Saya melihat bahwa Mawlawi Tsanaullah ingin menghancurkan jemaatku melalui fitnah-fitnahnya dan ingin menghancurkan bangunan yang telah aku bangun oleh kedua tangan-Mu, wahai Tuhanku, yang telah mengutus aku. Oleh sebab itu, aku merendahkan diri di hadapan-Mu dengan memegang keagungan-dan rahmat-Mu, agar Engkau memutuskan antara aku dan antara Tsanaullah dengan benar. Barangsiapa yang menurut pandangan-Mu bahwa dia itu seorang penipu dan pembohong, maka jadikanlah dia harus meninggalkan dunia ini (mati) pada saat si jujur masih hidup. Atau Engkau menimpakan kepadanya dengan berbagai macam ujian (kesulitan) yang berujung kepada kematian. Wahai Tuhanku yang Tercinta, putuskanlah di antara kami ini dengan cara seperti ini. Amin, amin. Wahai Tuhan kami, bukalah antara kami dan antara kaum kami dengan benar, sesungguhnya Engkau lah sebaik-baik pembuka. Amin.
Akhirnya, aku berharap dari Mawlawi agar menyebar luaskan pernyataan ini di dalam kegiatannya, dan menuliskan kalimat apa saja di bawah surat ini. Sejak saat ini, keputusan di antara kita berada di tangan Allah.
Penulis: Abdullah Ash-Shamad, Mirza Ghulam Ahmad Al-Masih Al-Maw’ud, semoga Allah menjaga dan mengokohkannya.
Tanggal: 15 April, 1907)).
9. PARA SAKSI KEMATIAN MIRZA GHULAM AHMAD
Mirza Ghulam Ahmad mati karena kolera pada 26 Mei 1908 atau 13 bulan 11 hari dari penandatanganan surat mubahalahnya dengan Syaikh Abul Wafa tertanggal 15 April 1907. Siapakah orangnya yang menjadi saksi kematian Mirza Ghulam Ahmad itu?
Para pengikut Mirza Ghulam Ahmad meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad mati dengan penuh ketenangan dan di akhir hayatnya, dia mengucapkan kalimat sebagai berikut,
يَا حَبِيْبِيْ، يَا حَبِيْبِيْ، يَا اللهُ، يَا حَبِيْبِيْ، َا اللهُ، يَا حَبِيْبِيْ.
“Wahai kekasihku, wahai kekasihku, wahai Allah, wahai kekasihku, wahai Allah, wahai kekasihku,”
Akan tetapi, marilah kita lihat, sejauh mana kejujuran mereka (para pengikut Mirza Ghulam Ahmad) dalam pengakuan mereka ini. Mari kita bandingkan dengan pengakuan orang-orang dekat Mirza Ghulam Ahmad yang menyaksikan detik-detik terakhirnya.
Saksi Pertama ; Mira Nashir Nuwab, pengikut Mirza Ghulam Ahmad, yang merupakan mertuanya. Dia telah menulis sebuah buku yang berjudul, ”Hayat Nashir; Kehidupan Nashir” yang menceritakan tentang detik-detik terakhir kehidupan Mirza Ghulam Ahmad, menantunya. Dia telah menulis di halaman 14 dari bukunya sebagai berikut, ”Sampai pada saat Mirza Ghulam Ahmad dibawa ke Lahore, yang merupakan tempat di mana dia menuju akhirat, sampai detik itu, aku terus menemaninya. Pada malam harinya di mana Mirza Ghulam Ahmad mengeluh sakit, pada saat itu aku telah pergi dari tempatku (menemani Mirza Ghulam Ahmad) dan pergi ke kamar untuk tidur. Kemudian aku terbangun pada saat Mirza Ghulam Ahmad mengerang kesakitan. Ketika aku tiba di hadapannya, aku pun bisa melihat keadaannya. Pada saat itu, dia berkata kepadaku, ”Tuan Mira, aku terserang wabah kolera!” Setelah Mirza Ghulam Ahmad mengatakan hal itu, aku tidak bisa mengerti lagi apa yang dia katakan. Keadaannya terus seperti ini sampai pukul 10 pagi besok harinya di mana dia meninggal dunia.”
Inilah buktinya, di dalam kitab Hayaat-e-Naasir hal. 14 :
Saksi Kedua ; Mirza Basyir Ahmad, anak Mirza Ghulam Ahmad yang telah menerangkan keadaan bapaknya, Mirza Ghulam Ahmad di dalam kitabnya, Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 9 sampai hal. 11. Inilah petikannya, ”Mirza Basyir Ahmad menceritakan bahwa sampai tanggal 25 Mei 1908, keadaan Mirza Ghulam Ahmad terlihat baik-baik saja, maksudnya di hari Senin sore. Pada malam harinya, setelah shalat Isya, aku (Mirza Basyir Ahmad) pulang ke rumah dan aku lihat bapakku (Mirza Ghulam Ahmad) sedang duduk di kursi bersama ibunda saya tercinta, keduanya sedang makan malam. Terus aku pun pergi ke kamar untuk tidur. Tetapi di akhir malam, sebelum subuh, aku terbangun. Aku terbangun dengan sendirinya karena mendengar suara derap kaki orang-orang dan suara gaduh mereka di sekitarku. Kemudian aku melihat bapakku sedang sakit parah; terserang wabah kolera. Keadaannya terlihat gelisah dan para dokter dan orang-orang yang hadir di sekelilingnya, disibukkan dengan menyiapkan segala sesuatu di semua penjuru ranjangnya. Akan tetapi, keadaannya tetap gelisah sampai terbit fajar (Subuh). Ketika fajar Subuh telah menyingsing, bapakku bertanya, ’Apakah waktu Subuh telah tiba?’ Kemudian bapakku bertayamum sambil berbaring di atas kasurnya, kemudian shalat Subuh. Akan tetapi, baru beberapa saat, bapakku jatuh pingsan, sehingga tidak bisa menyelesaikan shalatnya. Setelah siuman, bapakku bertanya kembali, ’Apakah waktu shalat Subuh telah tiba?’ Maka orang-orang pun menjawab bahwa waktu shalat Subuh telah tiba. Kemudian bapakku berniat shalat kembali. Akan tetapi, aku tidak tahu, apakah bapakku bisa menuntaskan shalatnya, ataukah tidak. Pada saat itu, keadaanya semakin parah. Pada pukul 8:00 atau 8:30 pagi, dokter menanyakan rasa sakit yang sedang dirasakan bapakku. Akan tetapi, bapakku tidak kuasa untuk menjawabnya. Akhirnya, bapakku diberi sehelai kertas dan balpoin. Bapakku berusaha untuk menuliskan sesuatu dan berusaha untuk bangun dari kasurnya. Bapakku bertelekan dengan tangan kirinya, akan tetapi bapakku tidak kuasa untuk menulis sesuatu, walau hanya dua atau empat kata sampai balpoinnya terpeleset di atas kertas tersebut karena rasa lemah yang sangat yang sedang menderanya. Kemudian bapakku kembali berbaring di atas kasurnya. Pada pukul 09:00 pagi, keadaan bapakku bertambah parah, terlihat sedang sakaratul maut. Tetapi, sakaratul maut bapakku ini tidak mengeluarkan suara, hanya nafas bapakku seperti tertahan, kemudian berhembus. Pada saat itu, aku berada di ranjang bagian atas (dekat kepala). Pada saat itu, dokter Muhammad Husein Syah Al-Lahore telah memberinya obat. Akan tetapi, keadaan bapakku tetap tidak membaik. Kemudian bapakku kembali sakaratul maut dan nafasnya yang terputus-putus terasa lama, sampai akhirnya bapakku menghembuskan nafasnya yang terakhir dan bertemu dengan Allah.”
Inilah buktinya, di dalam kitab Siratul Mahdi, hal. 9, 10 dan 11 :
Saksi Ketiga ; Nushrat Jihan, isteri Mirza Ghulam Ahmad. Mirza Basyir Ahmad menambahkan di dalam kitabnya, Siratul Mahdi jilid 1 hal. 11 sebagai berikut, ”Ketika isteri Mirza Ghulam Ahmad menggambarkan detik-detik terakhir dari kehidupan Mirza Ghulam Ahmad (MGA), maka istri Mirza berkata tentang toilet darurat yang disiapkannya untuk Mirza di samping tempat tidur kematiannya, di mana Nushrat Jihan (isteri MGA) berkata sebagai berikut, ”Sejenak kemudian, Mirza Ghulam Ahmad terserang lagi kolera. Tapi kali ini, badannya sangat lemah, sehingga ia tidak kuat untuk pergi ke WC. Maka aku (Nushrat Jihan) berdiri di dekat ranjangnya, di mana ia (MGA) berjongkok di sana untuk buang air besar (di toilet darurat). Lalu dia pun bangkit dan berbaring (kembali) di atas ranjangnya, dan kemudian aku memijati kakinya. Tetapi, badannya sangat lemah. Sejurus kemudian, MGA terkena serangan kolera lagi (rasa mulas yang menyakitkan), dan kemudian muntah. Setelah dia (MGA) selesai dari muntahnya, dia mencoba untuk berbaring kembali. Tetapi, karena badannya sudah lemah, dan kelemahan kali ini sangat-sangat lemah, sehingga kedua tangannya tidak kuat lagi (berpegangan), maka MGA pun terjengkang ke belakang dan kepalanya membentur kayu ranjangnya,’ ” (Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 11).
Inilah buktinya, di dalam kitab Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 11 :
Sekianlah, sedikit kutipan mengenai kesesatan ajaran Ahmadiyah. Mudah-mudahan, terjemahan ini bisa dimanfaatkan untuk berdakwah ke kalangan Ahmadiyah. Mudah-mudahan, saudara-saudara kita yang sudah menjadi pengikut Ahmadiyah bisa segera bertaubat dan kembali ke ajaran Islam yang benar yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Amin yaa rabaal ’aalamiin.
Salam,
Source : Ar-Risalah Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar