By Sri-Bintang Pamungkas
Dalam soal yang satu ini Soehato patut diacungi jempol, yaitu kesediaannya untuk mengundurkan diri. Sebab kalau tidak, sangat mungkin bisa terjadi konflik berkepanjangan yang bisa menumpahkan darah. Sekalipun sifatnya hanya untuk sementara, karena penggantiannya tidak memberikan manfaat sebagaimana harapan rakyat. Tidak berarti mundurnya Soeharto harus disesali... melainkan penggantiannya yang harus disesali!
Beberapa faktor yang menjadi sebab keputusan Soeharto untuk mundur bisa ditelusuri sejak menjelang 1993. Menjelang tahun itu, Soeharto sudah bilang merasa "miris" untuk melanjutkan kepemimpinannya. Ada rasa takut di dalam hatinya, khawatir tidak berhasil karena sudah merasa tua dan lelah. Dia ingin menyerahkan kekuasaan kepada BJ Habibie. Entah itu merupakan janji yang harus ditepatinya, atau sebab lain, tapi banyak yang melihat memang Habibie sudah diangkatnya sebagai Crown Prince. Tetapi Soeharto tidak mau gegabah, karena banyak yang tidak suka dengan Habibie, terutama dari TNI-AD.
Karena itu Soeharto membuat "pemilihan" Cawapres. Dikerahkanlah beberapa tokoh, 5 orang Sipil dan 6 dari ABRI... Masing-masing diminta mebyebutkan tiga nama Calon Wakil Presiden. Pada tgl 8 Maret hasilnya dilihat, ternyata Habibie mendapat angka tertinggi. Sedianya pada tanggal 11 Maret Pak Harto mau mengumumkan pilihannya itu di dalam Sidang MPR. Rencananya gagal, karena Fraksi ABRI tiba-tiba mengumumkan Try Sutrisno sebagai pilihannya untuk Wapres. Berarti melengkapi tiga dari lima fraksi yg memilih Try Sutrisno, yaitu PDIP dan Utusan Golongan. Esoknya PPP bergabung. Soeharto mengalah, tetapi berkesimpulan bahwa kelompok yang dulu mendukungnya sudah tidak solid lagi, terutama dari TNI.
Soeharto masgul, karena dia harus memimpin Negara ini untuk lima tahun lagi. Padahal mestinya sudah bisa pensiun dan menyerahkan kekuasaannya kepada Habibie. Mestinya dia sudah bisa beristirahat...
Lalu ada kejadian lagi... Bill Clinton terpilih menjadi Presiden dan mulai mengeluhkan soal Timor Timur. Sesudah Konferensi APEC di Bogor usai (1994), Clinton meminta James Riady ikut menjatuhkan Soeharto agar soal Tim-Tim selesai, tidak bikin malu AS.
Tanpa disangka-sangka Paspampres "kecolongan" di Jerman, sehingga Soeharto didemo di mana-mana pada April 1995, karena dituduh melanggar HAM di Tim-Tim, Aceh dan Irian Barat. Tetapi yang paling menyakitkan adalah ketika Soeharto dimaki-maki dengan kata-kata kotor di Dresden.
Sungguh menjadi aneh, ketika Soeharto mempersalahkan kejadian di Jerman kepada SBP sebagai "kambing hitam". Mahasiswa dan pemuda mulai bergerak dan menjadi berani melawan Soeharto, bersamaan dengan pengadilan terhadap SBP. SBP membikin ulah dengan membentuk Partai baru dan menantang Soeharto dalam sebuah Pilpres langsung.
Krisis Moneter yang tiba-tiba saja terjadi menambah keyakinan Gagal Totalnya Pembangunan Ekonomi Soeharto bersama para Teknokrat Mafia Berkeley. Krisis Moneter mana adalah sesuatu yang sangat mungkin direkayasa oleh Pihak Barat yang bekerjasama dengan para Mafia Cina Taipan Indonesia. Rekayasa ini menjadi semakin terbukti dengan adanya Amandemen terhadap UUD 1945 pasca Soeharto.
Masuknya IMF untuk membantu semakin menghancurkan dan merusak perekonomian Indonesia. Ketika masyarakat semakin sulit kehidupannya, pemuda dan mahasiswa mulai bergerak menuntut Soeharto mundur. Sekalipun begitu, untuk memenuhi janjinya kepada Habibie, Soeharto terpaksa mencalonkan diri lagi sebagai Calon Tunggal untuk ke tujuh kalinya Maret 1998, dan berhasil! Habibie pun berhasil diangkatnya menjadi Wapres.
Tetapi, empat mahasiswa Trisakti berhasil ditembak
mati pasukan Wiranto, maka posisi Soeharto pun menjadi seperti telor di ujung tanduk. Ketika Jakarta akhirnya dibakar, akhir kekuasaan Soeharto tinggal menghitung hari. Ribuan masa pemuda dan mahasiswa masuk dan menduduki Gedung MPR.
Para Guru besar UI datang menghadap meminta Soeharto mundur. Pimpinan MPR juga memintanya mundur. Ketika Soeharto masih mau menyusun kembali Kabinet Reformasi, 14 menterinya pun mundur. Ketika akhirnya Bill Clinton juga memintanya mundur, Soeharto menurut... Tercapai janjinya mengangkat BJ Habibie menjadi Presiden pada Mei 1998, sekalipun dengan berat hati...
Indonesia terhindar dari Perang Saudara... Tetapi kemungkinan Perang Saudara kembali terulang oleh Jokowi. Antara gerakan yang Pro-Islam dan Kontra-Islam, yang Pro-Komunis dan Kontra-Komunis, yang Pro-Cina dan Pro-Pribumi. Sementara perekonomian kacau-balau..., lalu terbongkar ribuan pucuk senjata berat militer diselundupkan untuk Polri, terbongkar pula senjata berat militer diselundupkan lewat pesawat kepresidenan untuk Pasukan Pengaman Presiden... dan puluhan ribu Orang Cina RRC berambut cepak sudah masuk Indonesia!
Dan sejauh ini Jokowi membiarkan semua terjadi. Beranikah Jokowi mundur seperti Soeharto, untuk menghindarkan Perang Saudara?! Atau menunggu pemuda dan mahasiswa menduduki gedung DPR/ MPR-RI...??!!
@SBP
3/10/17
Source : Chirpstory
Baca juga Pasca Jokowi... (VII)
Artikel sebelumnya : Pasca Jokowi... (V)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar