Oleh Ar-Risalah Institute
Sebagai umat Islam yang mengaku diri kita sebagai seorang Muslim dan berpegang teguh kepada ajaran Islam yang bersumber pada AL Qur’an dan Sunnah, tentu saja kita mampu membentengi diri dari setiap rongrongan berbagai pemikiran dan ideologi yang menyimpang dari ajaran Islam yang hakiki.
Munculnya berbagai aliran sempalan [sesat] di bumi Indonesia tidak terlepas dari berbagai kepentingan dan konspirasi berbagai pihak yang menginginkan dan bertujuan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam, khususnya di Indonesia.
Begitu pula dengan semakin pesatnya perkembangan aliran Ahmadiyah yang kian hari kian meresahkan masyarakat, khususnya umat Islam. Di Indonesia, aliran ini dibalut dengan sebuah organisasi yang bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) atau lebih dikenal dengan Ahamdiyah Qadiyan yang berpusat di London, Inggris.
Perkembangan terakhir menampakkan bagaimana tipu muslihat yang dilakukan oleh PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam rangka membodohi dan mengelabui umat Islam. Keluarnya pernyataan Ahmadiyah yang merupakan klarifikasi dari ajaran-ajaran yang mereka yakini, sangat menghebohkan masyarakat luas. Lebih lagi, “pernyataan” tersebut telah disetujui oleh Balitbang dan Diklat Departemen Agama RI dan disahkan dalam Rapat Koordinasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor PAKEM) Kejaksaan Agung RI.
Ironisnya , rakor tersebut tanpa melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai salah satu anggotanya, yang selama ini tetap concern memberantas aliran sesat Ahmadiyah, salah satunya dengan mengeluarkan Fatwa bahwa ajaran Ahamdiyah adalah sesat dan menyesatkan.
Oleh karena itu, sebagai kewajiban seorang Muslim sudah seharusnya kita mengambil sikap tegas terhadap 12 (duabelas) butir Penjelasan Amir Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia [PB JAI] yang tidak lain hanyalah merupakan kebohongan-kebohongan publik terbaru yang dilakukan oleh Ahmadiyah.
Ilustrasi
1. Masuk TNI tidak ada paksaan, tapi kalau sudah resmi menjadi anggota TNI ia terikat aturan-aturan yang sifatnya memaksa, misalnya untuk taat dan setia kepada Sapta Marga. Sapta Marga adalah prinsip utama yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota TNI, sebuah harga mati – final tanpa reserve. Sebuah tindakan melawan prinsip-prinsip Sapta Marga akan berhadapan dengan seluruh kekuatan TNI. Artinya bila ada anggota TNI membuat aksi penolakan dengan menyampaikan surat pernyataan tidak taat kepada Sapta Marga TNI, apalagi tidak mengakui Mabes TNI sebagai induk atau pusatnya, adalah sebuah kemustahilan yang tidak dapat diterima, kecuali bila dia sudah tidak menjadi anggota aktif TNI alias disersi atau sudah keluar dari keanggotaan TNI. Bila yang bersangkutan disersi, maka boleh-boleh saja ia membuat pernyataan menolak, bahkan tidak taat tehadap Sapta Marga.
Begitu pula yang terjadi sekarang ini, PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia membuat Surat Pernyataan tidak mengakui ajaran dari Ahmadiyah Internasional di London – Inggris. Sungguh kenyataan yang tidak masuk akal dan sangat dipaksakan karena pernyataan tersebut bertentangan dengan apa yag telah digariskan oleh Jemaat Ahmadiyah Pusat.
PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia terlebih dahulu harus melepaskan simbol dan atributnya yang masih mengatasnamakan AHMADIYAH, dengan pengertian harus mengganti nama dengan nama lain seraya melepaskan diri dan menolak bahwa organisasinya masih menjadi bagian dari Ahmadiyah Internasional dengan segala aturan dan prinsip organisasi yang diyakininya.
Akan tetapi, hal itu tentu saja sangat mustahil, karena pada kenyataannya PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah anak kandung dari Ahmadiyah Internasional. PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia sesungguhnya telah menipu dirinya sendiri, dan tentu saja melakukan tipu daya terhadap umat Islam Indonesia.
2. Apakah mungkin apabila DEPAG tingkat Kabupaten membuat Surat Pernyataan bahwa mereka melepaskan diri dari DEPAG RI tingkat pusat di Jakarta, sedangkan mereka masih tetap mengatasnamakan diri sebagai Departemen Agama?
Begitu pula halnya dengan apa yang dilakukan oleh PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia terhadap pimpinan pusatnya di London, Inggris. Di Indonesia mereka masih menamakan diri sebagai Jemaat Ahmadiyah, akan tetapi membuat pernyataan yang bertentangan dengan ajaran yang telah digariskan oleh Jemaat Ahmadiyah Pusat.
Dengan demikian, jelas sekali terbukti bahwa PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia telah berbohong. Seharusnya mereka terlebih dahulu keluar dari organisasi Ahmadiyah yang berpusat di London – Inggris, lalu membuat pernyataan yang tidak mengakui ajaran Jemaat Ahmadiyah Pusat.
Apabila hal ini dibiarkan, maka berarti Departemen Agama RI telah menjustifikasi dan melegalisasi kebohongan yang dilakukan oleh PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, meskipun masih ada jeda waktu 3 (tiga) bulan untuk memantaunya.
Di samping itu, kitab, buku, dan majalah resmi Ahmadiyah masih dibiarkan beredar di kalangan masyarakat umum dan belum ada pelarangan resmi. Sedangkan kitab, buku, dan majalah tersebut merupakan sumber kesesatan yang disebarkan oleh PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Jadi, sebenarnya apa yang akan dipantau selama masa waktu 3 (tiga) bulan tersebut? Karena dengan membiarkan buku-buku Ahmadiyah beredar, berarti ajaran mereka belum berubah dan kesesatan akan terus menular dan merusak akidah umat Islam.
Lalu, siapa yang akan menjamin dan bertanggungjawab apabila limit waktu 3 (tiga) bulan tersebut digunakan oleh Ahmadiyah dengan berpura-pura mematuhi 12 butir pernyataannya, dan setelah limit waktu itu berakhir mereka kembali kepada ajaran dan doktrin semula? Hal ini sangat perlu diperhatikan dan diantisipasi dari awal karena sudah menjadi karakter dan watak setiap aliran sempalan (sesat), bahwa mereka pintar sekali memanfaatkan setiap moment dengan menggunakan segala cara, termasuk di antaranya berbohong dan berpura-pura, untuk mencapai tujuannya.
Ironisnya, Balitbang Depag RI s.q. Prof. DR. Atho Mudzhar, sebagai sebuah institusi intelektual justru malah menjustifikasi penipuan tersebut, seraya melegalisasi kebohongan-kebohongan PB. Ahmadiyah yang sungguh tidak masuk akal. Apalagi dalam aturan keorganisasian Khalifah Ahmadiyah memiliki Hak Veto terhadap seluruh Jemaat Ahmadiyah yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Jadi, hitam-putihnya Ahmadiyah ditentukan oleh Khalifahnya di London, Inggris.
Padahal, Departemen Agama RI sendiri sebenarnya telah mempersoalkan masalah Hak Veto dari Khalifah atau Amir Ahmadiyah ini sejak lama. Mari kita merujuk kembali kepada surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Depag RI yang ditandatangani oleh H. Burhan Tjokrohandoko selaku Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji tertanggal 16 Juni 1979 No.: D.III/1520/79 tentang Penggantian Tenaga Asing, No. 2 poin b yang berbunyi:
“Anggaran Dasar Ahmadiyah, terutama yang menyangkut Hak Veto para Amir, bagi kita di Indonesia menurut perkiraan kami bisa mengundang benturan-benturan dengan kepentingan Indonesia sebagai Negara dan dengan umat Islam pada umumnya. Hal ini perlu kiranya dipikirkan.”
Sebenarnya kita sudah lama serumah dengan Ahmadiyah. Dan pada kenyataannya, mereka selalu melakukan perusakan-perusakan terhadap rumah ( baca: agama) yang ditinggali bersama-sama ini. Ketika dilarang melakukan perusakan, mereka tetap saja melakukannya. Sehingga pada akhirnya memancing emosi dan terjadilah keributan dan perkelahian antara pihak Ahmadiyah yang selalu membuat kerusakan di rumahnya sendiri dengan pihak penghuni rumah yang senantiasa mempertahankan keutuhan dan kekokohan rumah itu.
Maka timbullah pertanyaan, sebenarnya siapa yang salah dan harus bertanggung jawab dengan segala resikonya? Apakah pihak yang dengan tulus ikhlas dan keteguhan hati selalu mempertahankan rumah; ataukah pihak yang dengan sesuka hati merusak dan mengotori setiap sudut rumah tersebut?
Dikarenakan selama hidup bersama dalam satu rumah tidak ada keharmonisan, malah sebaliknya banyak menimbulkan perselisihan dan bentrokan yang seharusnya tidak terjadi apabila memiliki keyakinan yang sama. Ada baiknya apabila Ahmadiyah membikin rumah baru milik sendiri, sehingga apapun yang mereka lakukan dalam rumah barunya tersebut tidak akan menimbulkan masalah dan tidak akan mengganggu penghuni rumah-rumah yang lain.
Selama ini kita telah hidup bersama dalam naungan agama Islam, Ahmadiyah pun mengaku sebagai bagian dari Islam. Inilah yang menjadi poin penting dalam kasus Ahmadiyah, mereka masih mengaku sebagai bagian dari Islam, tapi mereka sendiri yang merusak dan menodai agama Islam sehingga umat Islam yang lain merasa terusik dan resah dengan perilaku mereka.
Oleh karena Ahmadiyah telah menyimpang dari keyakinan umat Islam, menghina Nabi Muhammad SAW, serta membajak dan menodai ayat-ayat suci Al Qur’an, maka tidak ada larangan bagi Ahmadiyah untuk membuat agama sendiri dan terlepas dari agama Islam, sehingga umat Islam tidak akan merasa dihina dan dilecehkan, yang tentunya juga tidak akan memicu timbulnya tindakan-tindakan yang tidak diharapkan.
Sebagai renungan bagi kita semua, marilah kembali menyelami samudera ayat-ayat suci Al Qur’an yang bisa kita petik hikmah dan kita jadikan landasan dalam berpikir, beramal, dan bersikap. Allah SWT berfirman dalam surat Al Ankabut [29] ayat 43 yang berbunyi:
ﻭَﺗِﻠْﻚَ ﺍْﻷَﻣْﺜَﺎﻝُ ﻧَﻀْﺮِﺑُﻬَﺎ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﻌْﻘِﻠُﻬَﺎ ﺇﻻَّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟِﻤُﻮﻥَ
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Juga dalam surat Al Hasyr [59] ayat 21 yang berbunyi:
ﻟَﻮْ ﺃَﻧﺰَﻟْﻨَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺟَﺒَﻞٍ ﻟَّﺮَﺃَﻳْﺘَﻪُ ﺧَﺎﺷِﻌﺎً ﻣُّﺘَﺼَﺪِّﻋﺎً ﻣِّﻦْ ﺧَﺸْﻴَﺔِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺗِﻠْﻚَ ﺍْﻷَﻣْﺜَﺎﻝُ ﻧَﻀْﺮِﺑُﻬَﺎ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺘَﻔَﻜَّﺮُﻭﻥَ
“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”
Sebagai umat Islam yang mengaku diri kita sebagai seorang Muslim dan berpegang teguh kepada ajaran Islam yang bersumber pada AL Qur’an dan Sunnah, tentu saja kita mampu membentengi diri dari setiap rongrongan berbagai pemikiran dan ideologi yang menyimpang dari ajaran Islam yang hakiki.
Munculnya berbagai aliran sempalan [sesat] di bumi Indonesia tidak terlepas dari berbagai kepentingan dan konspirasi berbagai pihak yang menginginkan dan bertujuan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam, khususnya di Indonesia.
Begitu pula dengan semakin pesatnya perkembangan aliran Ahmadiyah yang kian hari kian meresahkan masyarakat, khususnya umat Islam. Di Indonesia, aliran ini dibalut dengan sebuah organisasi yang bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) atau lebih dikenal dengan Ahamdiyah Qadiyan yang berpusat di London, Inggris.
AHMADIYAH, sebagai sebuah aliran keagamaan bertaraf internasional, juga telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1925. Aliran ini meyakini Mirza Ghulam Ahmad dari India sebagai seorang Guru, Mursyid, Pembawa berita gembira dan peringatan , pengemban Mubasysyirat, atau dengan kata lain Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Nabi dan Rasul Baru setelah Nabi Muhammad SAW; dan diyakini oleh para pengikutnya.
Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang memiliki keyakinan bahwa Muhamamd SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, yang juga membawa kesempurnaan agama Islam. Yang berarti pula telah menghina Allah SWT, melecehkan Rasulullah Muhammad SAW, serta menodai kesucian Al Qur’an dan ajaran Islam.
Perkembangan terakhir menampakkan bagaimana tipu muslihat yang dilakukan oleh PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam rangka membodohi dan mengelabui umat Islam. Keluarnya pernyataan Ahmadiyah yang merupakan klarifikasi dari ajaran-ajaran yang mereka yakini, sangat menghebohkan masyarakat luas. Lebih lagi, “pernyataan” tersebut telah disetujui oleh Balitbang dan Diklat Departemen Agama RI dan disahkan dalam Rapat Koordinasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor PAKEM) Kejaksaan Agung RI.
Ironisnya , rakor tersebut tanpa melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai salah satu anggotanya, yang selama ini tetap concern memberantas aliran sesat Ahmadiyah, salah satunya dengan mengeluarkan Fatwa bahwa ajaran Ahamdiyah adalah sesat dan menyesatkan.
Hal ini tentu saja membuat sakit hati umat Islam yang memahami betul hakikat ajaran Ahmadiyah, apalagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat telah memvonis Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Apalagi setelah dilakukan penelitian, ternyata hampir keseluruhan dari isi 12 butir Penjelasan itu merupakan kebohongan-kebohongan publik terbaru yang dilakukan oleh pihak PB Ahmadiyah.
Oleh karena itu, sudah seharusnya sebagai seorang Muslim kita mengambil sikap tegas dengan menyatukan barisan untuk membentengi dan menyelamatkan umat dari kesesatan akidah, pemikiran, dan perilaku dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Source arrisalah-institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar