Sabtu, 02 September 2017

MIRZA KAKI TANGAN KOLONIAL INGGRIS

Saat ini aliran Ahmadiyah yang mempercayai bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah seorang nabi telah berkembang
pesat diseluruh dunia, hampir di setiap negara aliran
ini berkembang. Aliran ini muncul di India dan
Pakistan ketika kedua negara tersebut belum lahir, dan
masih dikenal sebagai India, dibawah bayang-bayang
penjajahan Inggris. Bahkan aliran ini sudah melakukan
kegiatan menterjemahkan Al Quran di Nigeria sejak
tahun 1916.

Para penganut aliran ini mempercayai bahwa Mirza
Ghulam Ahmad, pendiri organisasi ini sebagai nabi
setelah nabi Muhammad s.a.w dan mempercayai bahwa nabi
akhir jaman bukanlah nabi Muhammad s.a.w, melainkan
nabi mereka yakni Mirza Ghulam Ahmad.
Mereka berpedoman kepada surat dalam Al Quran, yakni
QS. Ash Shaff ayat 6, yang menyebutkan bahwa: nabi Isa
a.s pernah menyatakan bahwa kelak setelah kepergian
nabi Isa a.s akan datang seorang nabi yang bernama
Ahmad.

QS. Ash Shaff:6
Dan ingatlah ketika Isa Putra Maryam berkata, “Hai
Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu (Bani Israil), membenarkan kitab sebelumku
yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan
datangnya seorang rasul yang akan datang sesudahku
yang bernama Ahmad”.

Nama Ahmad inilah yang dijadikan alasan kuat mereka
mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi
akhir jaman.

Hal yang Dipaksakan

Namun bila kita tinjau lebih jauh lagi, baik yang
disebutkan dalam Al Quran dan Hadist, serta melihat
kilas balik perjalanan sejarah pada jaman nabi Isa
a.s, kita akan melihat ada “hal yang dipaksakan”
disini untuk diyakini oleh para pengikut aliran
Ahmadiyah ini.

Bila kita mengulas riwayat nabi Isa a.s seperti
firman Allah SWT dalam QS. Ash Shaff ayat 6, disini
disebutkan bahwa nabi Isa a.s sebelum kepergiannya
telah menyatakan bahwa Allah SWT akan mengutus seorang
Rasul lain yang bernama Ahmad. Ahmad di sini tidaklah
hanya sebuah nama “Ahmad”, melainkan ciri-ciri, sifat,
karakter, perilaku dan akhlak yang “Ahmad” yakni “Yang
Terpuji” dari Rasul yang dikhabarkan oleh nabi Isa
a.s.

Ketika nabi Muhammad s.a.w lahir, ibunya, Siti Aminah
memberinya nama Ahmad yang berarti “Yang Terpuji”.
Ketika ibunda beliau s.a.w wafat, beliau s.a.w diasuh
oleh kakeknya, Abdul Muththalib, kemudian kakeknya
memberi nama Muhammad yang berarti “Sangat Terpuji”.
Saat itu di jazirah Arab dan sekitarnya nama Ahmad dan
Muhammad tidak lazim digunakan, sehingga hanya beliau
s.a.w yang bernama Ahmad dan Muhammad. Sejak
kanak-kanak, beliau s.a.w sudah diberi gelar “Al Amin
oleh masyarakatnya, yakni “Orang Yang Dapat
Dipercaya”, ini karena sifat, karakter, perilaku dan
akhlak beliau s.a.w yang sangat mulia dan sangat
terpuji.

Hal ini berbeda dengan nama Mirza Ghulam Ahmad. Pada
jaman Mirza Ghulam Ahmad hidup, di seluruh dunia ini,
mulai dari benua Asia. Afrika, Eropa, Australia dan
Amerika, sudah berapa banyak orang yang memakai nama
Ahmad, belum lagi di negara-negara yang berpenduduk
mayoritas Muslim, seperti Timur Tengah, Arab Saudi,
Mesir, Irak, Iran, Jordania, Syiria, Yaman, Oman,
Turki, bahkan di Asia Selatan dan Asia Tengah, India,
Pakistan, Bangladesh, Afganistan, Turkmenistan,
Kazakhtan, Uzbekistan, Tajikistan, bahkan seperti di
Malaysia dan Indonesia, boleh dikata nama Ahmad ini
sudah memasyarakat dan tersebar luas di dunia,
terutama di daerah berpenduduk Muslim, sehingga nama
Ahamad bukan sesuatu yang “spesifik” di jaman Mirza
Ghulam Ahmad hidup, bahkan sebelum Mirza Ghulam Ahmad
dilahirkan. Dan ia pun sejak lahir sampai meninggal
dunia tidak ada sesuatu yang istimewa dari dirinya,
baik ciri-ciri, sifat, karakter, perilaku bahkan
akhlaknya, bahkan lagi mukzizatnya. Mirza Ghulam Ahmad
bahkan tidak dapat mengusir penjajah Inggris dari
negerinya, atau bahkan mungkin ia adalah kaki tangan
Kolonial Inggris yang bertujuan memecah belah kekuatan
Islam di India dan Pakistan pada khususnya dan
kekuatan Islam di dunia pada umumnya.

Mirza Gulam Ahmad Nabi palsu

Februari lalu, sebuah surat mampir ke meja Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama (Depag), Nasaruddin Umar. Pengirimnya empat negara sekaligus, di antaranya Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada. Mereka meminta Ahmadiyah tak dibubarkan.

''Suratnya ditujukan kepada Menteri Agama dan ada tembusannya ke saya,'' ungkap Nasarudin kepada Republika, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Lantas, apa yang akan dilakukan Depag? ''Itu tidak akan mempengaruhi apa-apa. Kita tak mau didikte negara lain.''

Saat surat itu datang. Badan Koordinasi Aliran Kepercayaan (Bakorpakem) memang sedang memantau 12 poin penjelasan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) di seluruh Indonesia. Bila 12 poin tak sesuai kenyataan, Bakorpakem berjanji bertindak tegas.

Mengapa negara lain sampai perlu melakukan intervensi?

Merujuk fakta sejarah, semuanya menjadi masuk akal. Hubungan Inggris dengan Mirza Ghulam Ahmad (MGA) dan keluarganya memang mesra. 'Nabi' MGA berjasa menyerukan penghapusan jihad saat India dijajah Inggris.

Hasan bin Mahmud Audah, mantan direktur umum Seksi Bahasa Arab Jemaat Ahmadiyah Pusat di London, menilai hubungan MGA dan Inggris tak ubahnya hubungan seorang pelayan kepada majikannya. Bukan semata hubungan terima kasih seorang Muslim pada orang yang berjasa padanya.
Di Ruhani Khazain hlm 36, MGA menyatakan: ''Tidak samar lagi, atas pemerintah yang diberkahi ini (Britania), saya termasuk dari pelayannya, para penasihatnya, dan para pendoa bagi kebaikannya dari dahulu, dan di setiap waktu aku datang kepadanya dengan hati yang tulus.''

Di Ruhain Khazain hlm 155, MGA menulis: ''Sungguh aku telah menghabiskan kebanyakan umurku dalam mengokohkan dan membantu pemerintahan Inggris. Dan dalam mencegah jihad dan wajib taat kepada pemerintah (Inggris), aku telah mengarang buku-buku, pengumuman-pengumuman, dan brosur-brosur yang apabila dikumpulkan tentu akan memenuhi 50 lemari.''

Tengok pula Ruhani Khazain hlm 28: ''Sungguh telah dibatalkan pada hari ini hukum jihad dengan pedang. Maka tidak ada jihad setelah hari ini. Barang siapa mengangkat senjata kepada orang-orang kafir, maka dia telah menentang Rasulullah... sesungguhnya saya ini adalah Al Masih yang ditunggu-tunggu. Tidak ada jihad dengan senjata setelah kedatanganku ini.''

MGA yang mengaku nabi, rasul, almaasih, almahdi, brahman avatar, krishna, dan titisan nabi-nabi, teryata tunduk belaka di hadapan Ratu Victoria. Audah dalam bukunya Ahmadiyah; Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman: ''Perbuatan tidak bermalu Mirza Ghulam 'sang nabi' merendahkan diri depan Ratu Victoria... tak bisa saya terima, bahkan saat saya masih sebagai seorang Ahmadi sejati.''

Pengabdian Pada Inggris

Pengabdian pada Inggris itu sudah dilakukan leluhur MGA sejak tahun 1830-an. Saat itu, India yang masih dikuasai Muslim, menghadapi dua kekuatan: Inggris dan kaum Sikh. Dalam perang sabil menghadapi kedua kekuatan itu, keluarga Mirza memihak kaum Sikh dan Inggris.

Fakta tersebut diungkap Bashiruddin Mahmud Ahmad, anak MGA yang juga khalifatul masih II dalam bukunya, Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad. Leluhur MGA merupakan pemimpin tentara yang membantu Maharaja Ranjit Singh, Jenderal Nicholson, dan Jenderal Ventura.

Dalam bukunya, Bashiruddin tak menjelaskan konteks pemberian bantuan itu. Dia mengungkapkannya layaknya sebuah kehormatan besar bagi keluarganya. Namun fakta sejarah memang tak bisa ditutupi, betapa yang diserang Ranjit Sing, Nicholson, dan Ventura, adalah umat Islam.

Timbul Perpecahan Di Kalangan Islam

''Keuntungan yang utama bagi Inggris karena munculnya Almasih dan Imam Mahdi itu adalah timbulnya perpecahan di kalangan ummat Islam yang tidak bisa dielakkan lagi,'' demikian kesimpulan Abdullah Hasan Alhadar dalam bukunya Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah. Saat masalah pertentangan soal Ahmadiyah mencapai puncaknya di Pakistan dan konstitusi negara itu akhirnya mencantumkan bahwa penganut Ahmadiyah merupakan non-Muslim, terjadilah ketegangan. Buntutnya, kekhalifahan Ahmadiyah yang mirip 'dinasti' itu hengkang dari Pakistan.

Kekhalifahan

Sejak tahun 1985, kekhalifahan tersebut berkedudukan di London, Inggris. Di sana, sejak tahun 1994, Ahmadiyah memiliki sebuah corong untuk menyebarkan ajarannya, yaitu Muslim Television Ahmadiyyah (MTA). Perlu dana luar biasa besar untuk melakukan siaran empat bahasa itu. Audah yang merupakan mantan orang dalam di markas pusat Ahmadiyah, berkomentar tak mungkin televisi itu dijalankan dengan biaya dari sumbangan orang-orang Ahmadiyah. ''Kami tidak mendapat informasi akurat mengenai identitas orang yang memberi dana proyek itu.'' osa/run (

Referensi :
1. Abdullah Hasan Alhadar dalam bukunya Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah.
2. Ruhani Khazain hal 28, hal 36 dan hal 155
3. Bashiruddin Mahmud Ahmad, khalifatul masih II dalam bukunya, Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad.
4. http://hidayahmualaf.blogspot.co.id/2010/08/mirza-gulam-ahmad-nabi-palsu.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar