Nanam aslinya Siauw Chen Kwok. Itu pemberian orang tuanya. Wajahnya tampak sumringah. Enteng senyum. Bersih dan memang enak dipandang. Meski dari kelurga kaya, tapi tetap sederhana. Apa adanya. Gurat kebandelan memang ada. Tapi sirna oleh kebaikannya saat ini.
Dengan latar berkecukupan semasa SMA, Felix suka pamer barang pemberian orang tuanya. Dia hidup layaknya anak muda kota besar lainnya. Ada motor dan mobil mewah. Pendeknya penuh gaya. Terkadang nakal standar.
Kuliah di institusi bergengsi, IPB.
Ini indikasi kecerdasan. Betapa perlu menyisihkan 100 orang lainnya untuk mendapatkan satu kursi di perguruan tinggi negeri prestisius Indonesia. Bukan dengan sikut, tapi dengan kemampuan potensi akademik. Dan dia bisa.
Selepas IPB, Felix muda mulai mengejutkan dunia pencinta ilmu. Iya..., majelis ilmu. Lucu, sarjana IPB tapi ngajari ilmu agama. Itu hanya soal pilihan. Ini perubahan drastis bagi hidupnya. Hanya dia yang bisa merasakan.
Lingkungan mahasiswa menjadi titik awal dia kenal dengan Islam. Dia menekuni, dia kagum, dia terpanggl. Dan akhirnya bersaksi. Dia menjadi muallaf. Menundukkan hati pada ketentuan.
Batin Felix mulai tersiram oleh rintik-rintik hidayah. Sejuk dan nyaman. Memupus seluruh keangkuhan yang pernah diperagakan. Dia bukan lagi Felix ketika SMA. Dia menjadi sosok idola. Paling tidak di kalangan usrah, kala itu.
Orang tuanya bingung dengan anaknya. Dulu bandel sekarang kalem, lembut dan santun. Apa gerangan...? Ah, dunia mahasiswa, mengikis sifat-sifat masa lalunya.
Mereka bangga putra kesayangannya sudah menjadi anak baik. Nggak neko-neko seperti dulu. Sangat penurut.
Meski mulanya keberatan, kedua orang tuanya akhirnya pasrah. Itu pilihan. Anaknya bukan lagi anak kemarin sore. Dia lebih tahu pilihannya sendiri. Tiap orang punya pilihan masing-masing. Dia, Felix, telah menentukan pilihannya.
Hari ini dia menjadi inspirasi. Nggak nyana ilmu agamanya juga tinggi. Keberuntungannya karena dia aslinya cerdas.
Mudah mencerna, mudah belajar. Ngomong berisi, selalu ada dasar dan data. Ini ciri intelektualitas. Bukan menebar karangan sesukanya. Asal njeblak. Yang penting nekad. Berani malu. Itu bukan dia banget.
Felix bukan ustadz sinetron.
Dia menguasai agama untuk dakwah. Bukan lain-lain. Apalagi untuk cari uang dan popularitas. Kedua orang tuanya mendukung penuh putranya. Fasilitas dilengkapi. Mobil bergengsi dan dukungan lainnya pun cukup.
Felix bermain lepas. Ibarat pemain bola ia selalu tampil lugas. Dakwah karena kewajiban. Ada bonus pahala bila tulus. Sesekali dia menyelia perusahaan. Itu bagian dari sejarah keluarga besarnya.
Kebusukan sering mengusik langkahnya. Tapi dia tenang. Tidak ada reaksi. Niat saja sudah bonus. Apalagi mengerjakannya. Simpati terus mengalir padanya.
Akun medsos miliknya 7 banjir follower. Jumlahnya fantastis. Tapi dia tak mengaku-aku sebagai penggiat sosial. Bukan itu yang substansi. Rasanya ingin berterima kasih kepada sekelompok orang yang sering mengusirnya.
Nabi pun pernah merasakan perbuatan keji manusia dengki. Jauh lebih berat ketimbang yang dihadapinya. Makanya dia tenang. Karena dia bukan sapa-siapa. Ulama bukan; Nabi juga apalagi. Jauh....
ILC 2 Desember 2017 jadi ajang orang menyaksikan kapasitasnya. Bukan keinginan Felix, dia hanya diundang.
Kebanyakan bersimpulan sama: dia berkualitas. Beda dengan yang ecek-ecek.
Ada yang suka nulis di medsos, sulit bernafas waktu bicara di tv. Itu grogi. Tak memenuhi hasrat. Bukan kelasnya. Bukan habitatnya. Beda kasta. Pak Karni keliru mengundangnya. Dia terkecoh.
Tak puas di tv, muncul klaim soal "kebenaran" di twitter, bukan oleh nitizen, dan bukan jumlah follower. Ukuran kebenaran sumir baginya. Banyak nitizen yang terkekeh-kekeh. Jika satu ngaku nulis paling benar; yang lainnya pastilah gudang kesalahan. Begitukah...?
Mudah-mudahan tempat kuliahnya dulu prestisius. Tambah IPK moncreng. Jika tidak, kurangi ngarang. Banyakin belajar. Belajar komunikasi agar lancar tanpa ngos-ngosan. Kasian, orang muda bicara dengan nafas tersengal-sengal. Di teve lagi. Disaksikan orang banyak.
Beruntung bagi yang pernah melihat Felix berceramah secara langsung. Setiap ucapannya berisi. Ungkapan dan tamsil juga ilustratif, gamblang. Pakai bahasa sederhana. Jadi gampang diterima. Tidak ada karang mengarang. Semua pakai dalil.
Itulah Felix... Dia ibarat fajar. Terbit dan berharap akan terus menyinari. Dia Indonesia, dia NKRI. Bahasanya yang mengalir, pertanda, itulah bahasa ibunya sehari-hari. Tanpa celat. Bebas dari kata-kata tak sedap. Karena dia manusia berbudaya. Karena dia benar-benar Indonesia...
Felix Siauw Beberkan Rahasia Dibalik "Argumen Cerdasnya" Saat Tampil di ILC Tv One Reuni Aksi 212
Seperti yang dirilis Moslemcommunity.net - Mualaf, masih muda dan cerdas, seorang Ustadz yang tawadhu insya Allah. Malam tadi Sang Ustadz begitu menguasai panggung di acara ILC Tv One. Felix Siauw begitu tenang dan tegas. Mungkin sebelum acara ini, masih ada yang menganggap bahwa beliau hanya pintar di media sosial saja, namun setelah tampil di acara ILC tadi malam terbukti bahwa anggapan ini keliru.
Selain itu banyak yang bertanya-tanya Felix adalah seorang Mualaf tapi faktanya ia menguasai dalil dan juga materi dengan baik, apa yang dibicarakannya berdasarkan data valid di acara tersebut. Alhamdulillaah.
Nah berikut ini adalah status dari Fanpage Felix Siauw yang "membocorkan" rahasia, bagaimana lisannya dilancarkan dan argumen yang ia sampaikan begitu mengena.
Berikut Kutipan tulisan Felix Siauw:
Efek Doa
Alhamdulillah, terimakasih atas banyak penyemangat dan ungkapan syukur yang sampi pada kami sejak tengah malam kemarin, semoga ini bagian kebaikan
Saya terharu jujur, begitu besar harapan ummat dan kerinduan mereka pada Islam yang bisa disyiarkan secara luas, yang salah satunya dipenuhi saat acara ILC kemarin
Saya tak punya apa-apa, jika kemarin dianggap saya melakukan tugas dengan baik, itu bukan saya, jelas Allah saja yang harus dipuji, Allah saja yang diagungkan
Sejak sore, saya selalu meminta doa dan poin yang harus disampaikan pada acara itu, sebab saya yakin, doa-doa mereka yang dikenal di langit ini lebih maqbul dari saya
Mereka yang mungkin hanya sekelebatan antum kenal di medsos, tapi bila mengangkat tangan, malaikat bisa jadi malu tak membawanya ke hadapan Allah
Ada peran para asatidz hebat dalam semua rangkaian argumen yang saya berikan, Hafidz Abdurrahman, Habib Muchsin FPI, sampai nasihat dari Cak Nun, ada di HP saya
Begitu juga kontribusi teman-teman di KHAT.arts, komunitas seni perindu kebangkitan Islam, yang ketuanya, Deni Junaedi membahas perihal bendera Rasulullah dalam tesisnya
Tak lupa, saya meminta doa dari para Habaib, Ustadz Bachtiar Nasir, Abdul Somad, inginnya Habib Rizieq juga tapi belum punya kontaknya, dan dari semua asatidz yang saya kenal
Saya meyakini kekuatan doa, sebab ia yang diangkat ke langit, dan yang kawan-kawan saksikan kemarin adalah efek doa itu, ialah suara ummat Muslim Indonesia
Jangan lihat saya, itu menakutkan bagi saya, sebab itu semua hanya dari Allah, saya tak punya niat datang selain dakwah, maka Allah saja yang harus kita sebut-sebut
Di lain kesempatan, bila Allah tak ridha pada saya, anda akan melihat aib saya hingga jijik, kebodohan saya yang sangat, sebab saya hanya orang jahil yang terlanjur terkenal
Saya hanya speakernya ulama, maka carilah para ulama-ulama yang membuat suara itu ada, pujilah Allah yang masih berikan kita amanah memeluk agama Islam ini
Terkhusus ungkapan terimakasih pada para punggawa agama yang senantiasa di garis depain, para Jawara Betawi 411 dan BangJapar, semoga Allah selalu menguatkan
Dan seluruh Muslim semuanya, mohon doakan semua ulama kita, syukur-syukur kalau saya ikut didoakan juga, sebab jalan dakwah akan makin berliku selepas ini..✊🏻✊🏻✊🏻✊🏻
Tidak ada komentar:
Posting Komentar