Minggu, 06 Agustus 2017

DI MANA KEADILAN BAGI UMAT ISLAM

Sebuah pertanyaan bagi kalian yang merasa paling Pancasila dan paling bhinneka.

"Kenapa ketika negara/presiden butuh uang, hanya dana milik ummat Islam yang diminta??!"*

Ada sebuah kalimat yang kerap ditulis di medsos oleh mereka yang selalu mengagungkan kebhinnekaan. Kurang lebih kalimatnya begini : "Indonesia (isinya) kan bukan hanya orang Islam saja!" atau "Indonesia kan bukan milik kaum Muslim saja!"

Betul sekali, ada jutaan anak bangsa yang beragama non Islam dan ada beberapa agama selain Islam yang juga diakui keberadaannya di Republik ini. Itu tak perlu diperdebatkan lagi. Masalahnya, ketika presiden Jokowi butuh uang untuk membangun infrastruktur, kenapa hanya dana haji yang nota bene 100% milik ummat islam saja yang diinstruksikan untuk dipakai?!

Jangan dijawab bahwa yang kaya hanya ummat Islam, sebab itu berlawanan dengan data dan fakta, yang justru menunjukkan bahwa sebagian terbesar uang berada di tangan segelintir kaum minoritas, etnis tertentu yang kebetulan tidak beragama Islam! Jangan pula dijawab bahwa ummat agama lain tidak punya dana terkumpul yang besar. Itu tidak benar!

Fenomena maraknya gereja di mall-mall besar dan mewah belakangan ini, menunjukkan bahwa kaum Kristiani juga kaya. Jemaatnya mampu iuran atau mengumpulkan dana untuk menyewa space di lokasi strategis nan mewah untuk tempat ibadah mereka.

Dalam suasana libur Idul Fitri yang lalu, ketika saya kopdar dengan beberapa rekan FBers di Grand City Mall,  Surabaya, sebuah layar tv ukuran besar yang terpampang di area foodcourt terus menerus menayangkan iklan ajakan menghadiri sebuah kebaktian/ doa. Selama 3,5 jam kami berada di sana, iklan itu terus ditayangkan tanpa henti dan tanpa jeda iklan lain. Artinya space iklan itu sudah disewa penuh secara eksklusif. Artinya pula pihak pemasang iklan punya dana besar untuk membeli seluruh slot iklan seharian.

Saya ikut gembira kalau ummat beragama kaya-raya. Sebab dengan begitu mereka bisa menjalankan tugas dan perintah agamanya tanpa meminta bantuan pemerintah. Mereka bisa bantu sesamanya dengan dana itu. Ini bagus, kemandirian ummat beragama itu penting.

Tapi...,
kembali ke laptop, kenapa hanya uang milik ummat Islam yang diminta untuk dipakai membangun infrastruktur?! Sedangkan infrastruktur itu sendiri kalau sudah jadi akan dinikmati manfaatnya oleh semua orang tanpa peduli apa agamanya! Kalau pakai uang pajak, okelah, yang mampu bayar pajak mensubsidi yang tidak mampu bayar pajak, lalu manfaatnya dinikmati bersama.

Tapi kalau dana haji ummat Islam, bukankah tujuannya tindakan mensubsidi kelompok agama lain? Sehingga semestinya tidak hanya ummat Islam yang dibebankan kewajiban menyumbang, sedangkan ummat agama lain tidak. Adilkah???

*** *** ***

Disisi lain, ketika kami ummat Islam meminta perlakuan yang wajar dan adil kepada pemerintah, kenapa kami tidak mendapatkannya?! Gak percaya?! Mau ngeles?! Oke baiklah, mari kita ambil beberapa contoh berikut.

1. Ketika di tahun 2015 saudara kami seiman di Tolikara, Papua,  hendak merayakan Idul Fitri dengan mengumandangkan takbir sesuai ajaran agama kami, lalu ada sekelompok perusuh intoleran yang menyerang dan membakar masjid. Kami kemudian memohon agar Pemerintah memberikan hukuman setimpal kepada pelakunya, baik pelaku langsung maupun tak langsung. Operator di lapangan maupun provokatornya serta para aktor intelektualnya. Namun, apa fakta yang kami dapat kemudian?! Malah yang diduga terlibat dalam aksi terorisme terhadap kaum muslimin Tolikara justru diundang ke istana, disambut dengan hangat dan dijamu makan. Di mana keadilan bagi ummat Islam ?!

2. Ketika kami meminta penista Al Qur'an dihukum, kami dituduh kelompok intoleran.
Padahal dia si mulut kotor yang memulai mengusik kitab suci yang kami imani. Sampai sekarang, di mana dia berada setelah vonis secara formal dijatuhkan?! Bahkan pemgacaranya pun tak tahu di mana keberadaan si terdakwa penista agama. Sementara ulama kami, Ustadz Al Khaththath, tanpa melalui proses hukum langsung dijebloskan ke rutan Mako Brimob dengan tuduhan makar! Sebuah tuduhan super serius yang berat ancaman hukumnya.

Tapi setelah 100 harian dibui, beliau dilepaskan begitu saja, artinya tuduhan dan fitnah makar tidak dapat dibuktikan oleh aparat yang menangkap dan memenjarakan. Meski akhirnya dilepas, tapi kemerdekaan dan kebebasan seorang ulama sudah dirampas selama kurang lebih 100 hari. Di mana keadilan bagi ummat Islam ?!

3. Ketika kami melakukan Aksi Bela Islam, saudara-saudara kami dari berbagai daerah coba dihalangi, tidak bisa sewa bis, digeledah, dan lain-lain. Bahkan lewat dari jam yang ditentukan, sebagian saudara kami dan ulama kami ditembaki. Sementara kelompok pendukung penista agama boleh berdemo sampai lewat tengah malam, boleh berdemo di hari besar keagamaan agama lain, boleh anarkhis merusak fisik bangunan dan melakukan pembakaran, boleh menyandera pegawai Pengadilan Tinggi DKI, pokoknya boleh apa saja sesukanya, termasuk melanggar hukum sekalipun. Di mana keadilan bagi ummat Islam  ?!

4. Ketika saudara kami Herman Sya dibacok dengan keji oleh para "teroris jalanan" lalu kami menuntut tindakan keras bagi pelaku, apa yang dipertontonkan pada kami?! Orang yang jelas mengakui membacok malah diajak makan dan diberi panggung untuk "Konpers" dengan media massa.  Sedangkan saudara kami lainnya, Siyono, Allahu yarham, diduga terlibat aksi terorisme yang tidak terbukti, namun jasadnya pulang tanpa nyawa dan istrinya diberi segepok uang 100 juta dibungkus koran bekas, seolah itu nilai tukar nyawanya. Di mana keadilan bagi ummat Islam ?!

5. Ketika ummat Islam mengirimkan uangnya secara suka rela dan mereka ikhlas menyumbang untuk Aksi Bela Islam, kenapa Ustadz Bachtiar Nasir harus diperiksa dengan tuduhan dicari-cari dan dibuat-buat, sedangkan kami yang menyumbang saja ikhlas Kok!

Di sisi lain, ketika jutaan ummat Islam menabung demi bisa menjalankan rukun Islam ke lima, yang mana tidak semuanya orang berkelebihan duit. Ada bapak paruh baya pengayuh becak, ada simbok penjual sayur eceran di pasar tradisional, ada nenek pemulung sampah, ada penjual gorengan pinggir jalan, mereka semua mengumpulkan seribu-dua ribu rupiah setiap hari demi bisa melunasi setoran awal ONH. Tak jarang mereka menabung 15 - 30 tahun agar setoran minimum terkumpul. Lalu setelah terkumpul, dana itu diminta dipakai dulu buat bangun infrastruktur, dan kalian bilang "Sah!  tidak perlu meminta ijin yang punya uang!"

Kenapa begitu?!  Sedangkan uang yang kami sumbangkan untuk Abi kami ikhlaskan digunakan untuk itu dan kami percaya Ustadz Bachtiar Nasir tidak memperkaya dirinya dengan uang recehan kami, kok malah Ustadz nya dikrimininalisasi?! Di mana keadilan bagi ummat Islam ?!

*** *** ***

Tolong jawab wahai kalian yang konon paling menjunjung kebhinnekaan, kenapa kalau urusan membiayai pembangunan, hanya dana ummat islam yang disuruh pakai?!
• Bukankah ini sesungguhnya pelecehan terhadap kebhinnekaan dengan menafikan ummat agama lain?!
• Bukan kami ummat Islam lho yang menafikan.
Tapi pemerintah yang bersikap tidak adil kepada kami ummat Islam, giliran minta dana, ummat agama lain tidak dilibatkan!
Mikiiirr...

By Iramawati Oemar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar