Pelanggaran kontitusi direzim jokowi sudah biasa. Masih perlukah dipertahankan?
Belum lama ini Jokowi menerima kunjungan Sekjen Partai Komunis Vietnam (PKV), Nguyen Phu Trong. Otoritas tertinggi Vietnam itu selama kunjungannya di Indonesia melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo. Selain itu, Sekjen Phu Trong juga bertemu dengan pimpinan MPR, DPR, dan DPD RI, serta berbicara pada forum bisnis dan akademis.
Pemerintah mengklaim tujuan kunjungan adalah untuk meningkatkan kerja sama Indonesia-Vietnam di berbagai bidang, terutama kerja sama di bidang maritim, perikanan, perdagangan, investasi, serta isu-isu kawasan.
Kunjungan Sekjen Partai
komunis Vietnam ini menggenapkan keyakinan publik pada "kedekatan Jokowi dengan rezim Komunis" setelah sebelumnya Jokowi menerima kunjungan resmi Partai Komunis China (PKC).
Kunjungan Inkonstitusional
Otoritas sebuah negara -dalam konteks melakukan hubungan internasional- tentu saja diwakili oleh lembaga struktural yang resmi mewakili negara. Dalam konstitusi dinegara manapun, kepala negara sekaligus kepala pemerintahan adalah Presiden, atau jika terbagi Presiden tetap kepala negara sementara kepala pemerintahan dikendalikan perdana menteri.
Tidak ada satupun konstitusi yang memberikan otoritas pada pimpinan partai berkuasa, untuk bertindak mewakili negara, menjalankan tugas negara, bertindak menjalankan kepentingan negara.
Kunjungan PKC diikuti PKV yang seolah bertindak mewakili negara, bahkan disebut menjalankan agenda dan misi negara untuk melakukan berbagai kerjasama bilateral baik bisnis dan non bisnis adalah tindakan inkonstitusional.
Persoalannya adalah ada pada tindakan Jokowi yang menerima dan mengakomodir kunjungan partai komunis, melakukan kerjasama dengan partai komunis, mengakomodir dan mengagendakan penerimaan kenegaraan untuk menyambut Partai Komunis, bahkan menindaklanjuti kerjasama dengan partai komunis adalah tindakan inkonstitusional.
Tindakan Jokowi menerima partai komunis, secara ketatanegaraan telah menjatuhkan Marwah dan wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Betapa tidak, entitas sebuah negara yang memiliki kedaulatan mau disandingkan dengan otoritas partai? Apalagi partai komunis?
Bukankah negara menjadi lebih berwibawa jika langsung kontak dengan otoritas negara Vietnam atau China, dan bukan dengan partai komunis yang berkuasa di kedua negara tersebut ?
Atas dasar apa hubungan G to G, bisa dinafikan dan negara Indonesia menjatuhkan posisinya dengan bermitra dan menyetarakan diri dengan partai? Apalagi partai komunis!
Jokowi Lekat Dengan Komunisme
Sampai hari ini publik masih simpang siur tentang asal usul Jokowi. Isu ini bergulir sejak otoritas Australia membocorkan info terkait ibu Jokowi.
Banyak aktivis telah mendesak Komnas HAM untuk menuntut Jokowi tes DNA agar tidak ada praduga terhadap asal usul Jokowi. Di lain pihak, beredar isu santer Jokowi keturunan aktivis PKI.
Kasus buku Bambang Tri, juga hilang ditelan bumi. Buku yang mengupas hal ihwal Jokowi dan komunisme ini dibreidel, penulisnya dipenjara, isunya dihilangkan dari media.
Periode Rezim Jokowi terjadi banyak penangkapan ulama dan aktivis Islam. Persis dan sebangun dengan pola-pola PKI Tempoe Doeloe, yang menekan gerakan Islam sebagai rival politik.
Bedanya, militer saat ini masih belum dijamah. Tidak menutup kemungkinan, jika PKI semakin berkuasa, tragedi pembantaian jenderal oleh rezim PKI bisa saja terulang.
Komunisme: Kanker yang menggerogoti Negara
Wiranto dalam sebuah diskusi media menyebut ada kanker yang menggerogoti bangsa sehingga harus ditangani secara serius dengan terbitnya Perppu Ormas. Wiranto nampaknya pura-pura tutup mata, bahwa kanker serius itu adalah kebangkitan PKI. Namun sayangnya, Wiranto justru membuang badan dan menjadikan Ormas Islam sebagai kambing hitam.
Dicabutnya status badan hukum HTI, bergeraknya secara bebas Ribka Tjiptaning yang dengan bangga menyebut anak PKI adalah bukti kongkrit keberpihakan rezim.
Jika kanker PKI ini dipelihara dan dilindungi negara, maka nampaknya rakyat yang harus menggelar operasi politik untuk mengangkat dan membuang kangker ini.
Rakyat harus segera bergerak, sebelum kangker PKI semakin menggurita, menjalar diseluruh sendi bernegara, dan memakan korban rakyat lebih banyak lagi.
Kanker PKI ini harus segera diangkat, sebelum bertambah korban jatuh dari kalangan ulama dan umat Islam, sebelum PKI lancang dan kembali menculik para jenderal.
Nasrudin Joha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar