Saya Pancasila, NKRI Harga Mati. Lalu saya serahkan semua proyek infrastruktur pada China.
Hayyaaa... Lu tipu kita olang ya?
Slogan tinggal slogan. Ternyata yang benar adalah:
Saya Cinta China, NKRI Mau Mati Karena Kebanyakan Ngutang pada China. Makanya Dana Haji Mau Saya Embat Juga.
Konferensi Asia Afrika selesai, Kamis (23/4/2015). Ada tiga hasil yang disepakati dalam pertemuan Konferensi Asia Afrika (KAA) yaitu:
1. Penguatan kerja sama selatan-selatan untuk mendukung perdamaian dan kemakmuran ekonomi.
2. Deklarasi penyegaran kemitraan strategis baru Asia Afrika.
3. Deklarasi tentang Palestina.
Yang juga menarik adalah hasil pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping di sela-sela KAA itu. Presiden Jokowi memastikan bahwa Tiongkok akan ikut berinvestasi dalam proyek infrastruktur.
Dari situs Sekretariat Kabinet disebutkan, proyek infrastruktur yang menggandeng Tiongkok antara lain pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandar udara (bandara), pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (km), pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW). Tiongkok juga akan terlibat dalam pembangunan jalur kereta supercepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya. Sayang, pemerintah tak menyebutkan nama proyek berikut besaran nilai proyek.
Keputusan menggandeng Tiongkok harus dipertanyakan. China memang luar biasa. Tapi, apakah mereka unggul dalam pembangunan pelabuhan, jalan, jalur kereta, pelabuhan, dan bandara? Itu harus dijelaskan. Selama ini, beberapa pengadaan barang dan jasa yang melibatkan China acap kali bermasalah. Salah satunya adalah proyek program percepatan pembangunan pembangkit listrik bertenaga batubara, gas, dan energi terbarukan atau fast track programme tahap I. Pembangkit listrik yang dibangun Tiongkok dalam proyek ini tak bisa berproduksi maksimal lantaran banyak komponen usang. Selain itu, pada kasus pengadaan transjakarta, banyak unit yang rusak dan berkarat.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy Priatna juga pernah mengatakan, proyek pembangkit listrik tahap I yang dikerjasamakan dengan Tiongkok hampir 90 persen rampung. Namun, kapasitas produksi listrik itu hanya 30 persen-50 persen saja. Ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pembangkit listrik yang dibangun kontraktor Jerman, Perancis, dan Amerika yang bisa mencapai 75 persen-80 persen.
Kepala Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa menambahkan, teknologi pembangkit listrik Jerman, Jepang, dan Korea lebih mahal. Teknologi dari Tiongkok memang lebih murah, tetapi kapasitasnya tak sesuai harapan.
Makin tak karuan , semenjak pak Presiden yang ini, negara banyak hutang, hasil dibagi dua, bahkan bunga hutang pun terus berbunga, negara ini menjadi tempat berkembangnya warga China, asing dan Aseng merajalela namun rakyat pribuminya menjadi sengsara karena kemiskinannya yang merata, bukan kesejahteraan yang ada melainkan kesengsaraan yang terus dirasa rakyat Indonesia
SADARLAH WAHAI PEMIMPI !!! NEGARA INI ADALAH NEGARA KITA RAKYAT INDONESIA, BUKAN NEGARA YANG DIDIRIKAN UNTUK ORANG ORANG CHINA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar