Kebijakan ekonomi Indonesia harus dipantau dan dikritisi agar tidak membuat kaum miskin menjadi makin miskin. Peringatan ini disampaikan Dr. Rizal Ramli dalam Seminar Nasional “Potensi Ekonomi Indonesia dalam Memacu Kesejahteraan Rakyat” di Universitas Darussalam Gontor, kampus putri di Ngawi, Sabtu (14/10/2017).
Rizal mengingatkan kebijakan menghapus subsidi listrik adalah tindakan yang membuat kaum miskin menjadi makin miskin, dan kaum yang hidup “near poor” menjadi kaum miskin. “Jangan gunakan kebijakan neolib dengan stuktur kapitalisme yang kejam". Kebijakan ekonomi ini akan membuat daya beli makin turun, pertumbuhan ekonomi makin turun, akibatnya Indonesia kesulitan untuk bayar utang.
Masih banyak cara untuk menghemat anggaran yang tidak memiskinkan kaum miskin, yaitu dengan melakukan efisiensi dalam kelistrikan. Dia mengingatkan bahwa masih 40% pendudukan Indonesia yang masih belum bisa menikmati kemerdekaan karena kondisi ekonominya. “Kalau ada orang yang mengatakan bahwa pendudukan yang berlangganan listrik 450 watt itu bukan tergolong orang miskin, maka datanya hampir pasti ngaco,” tandasnya.
Jangan Jadi Otoriter
Rizal Ramli yang waktu mahasiswa menjadi aktivis demokrasi mengingatkan, agar Indonesia tidak terseret menjadi negara otoriter untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti yang terjadi di Tiongkok. “Indonesia perlu belajar dari Jepang periode tahun 1950 an, yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi tetap demokratis,” katanya.
Dahulu pendapatan per kapita Tiongkok itu lebih rendah dari Indonesia, tutur Rizal Ramli, tetapi sekarang Tiongkok jauh lebih makmur dari Indonesia. Hal ini karena Indonesia mengikuti pembangunan model World Bank dan IMF yang terbukti gagal di Amerika Latin. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia kalah cepat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. Untuk itu Indonesia harus memilih model pembangunan ekonomi Asia Timur, dan tidak membebek ke World Bank dan IMF lagi,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar