By Sri Bintang Pamungkas
Jokowi pusing tujuh keliling. Dia tidak mengira, kekuatan pribumi yang tersembunyi di hati tiap-tiap individu Pribumi sungguh dahsyat dan bisa menghancur-leburkan apa saja yang menghalangi. Dan ini baru perkiraan, belum sepenuhnya terlihat, belum yang sesungguhnya akan terjadi dalam pergerakan.
Dan yang sesungguhnya akan terjadi, apabila dia nekad... Jokowi nekad mau mengubah wajah Pribumi menjadi wajah Cina... Mau mempertentangkan Islam dengan Non-islam... Mau mengubah wajah Islam menjadi Kafir... Mau mengubah Pancasila dengan wajah Komunis... Mau mengubah Indonesia menjadi tanah jajahan RRC dan Asing lainnya...
Yang ditakutinya bukan Pribumi Indonesia saja yang akan melengserkannya habis! Tapi Jokowi pun takut di-Semaun-kan RRC karena gagal...
Gagal memenuhi perjanjian yang sudah dibuatnya dengan Xi Jinping... Seperti janji Semaun, dengan Stalin, sebagai pemimpin Komunis Internasional, Komintern, di Indonesia.
Waktu berjanji dengan Stalin untuk membawa Indonesia merdeka di bawah panji-panji PKI, Semaun yakin dia bisa membangun perang melawan Belanda pada 1926. Stalin marah, tapi pemberontakan PKI sudah telanjur terjadi... Semaun gagal, maka dia pun dipanggil ke Moskwa. Semaun berangkat dengan patuh, sebab dia yakin masih bisa memperbaiki perjuangannya dan yakin pula akan pulang. Mendadak Tuhan yang tidak diyakininya ada, membawanya bertemu Hatta di Belanda. Dalam percakapannya yang tidak sepenuhnya disadarinya, Semaun menyepakati agar Hatta melanjutkan perjuangan Kemerdekaan melawan Belanda bersama Perhimpunan Indonesia yang diketuai Hatta. Semaun tidak sadar telinga Stalin telah memenuhi seluruh daratan Eropa. Stalin mendengar semua pembicaraannya dengan Hatta, dan menjadi murka. Semaun dianggap mengkhianati Gerakan Komunis Internasional dan dipecat. Semaun dihukum dengan kerjapaksa di Semenanjung Krim di Siberia sampai matinya. Gerakan PKI dilanjutkan oleh Muso dan Alimin sesudah menghadap Stalin.
Cerita itu pula yang membikin Jokowi menggigil... Wajahnya pucat, merah dan hitam silih berganti. Jokowi sudah mulai membayangkan, janjinya kepada Xi Jinping membawa jutaan imigran Cina dari RRC masuk Indonesia terbendung oleh kata "Pribumi" yang diucapkan Pemimpin Baru DKI Jakarta. Jokowi sudah mulai membayangkan "maju hancur, tapi mundur pun lebur".
Untuk sementara, Jokowi memutuskan diam... Dan mencoba merenungi kala Soeharto mengalami hari-hari yang mendebarkan... Seperti menghadapi sesuatu yang menakutkan... yang menggetarkan. Selama tiga tahun penuh, seluruh waktunya sudah dicurahkannya untuk "mengubah Indonesia", tiba-tiba saja semua berubah menjadi kegagalan lantaran selip lidah mitra karibnya, Xong "Ahok" Wansie. Seluruh perjalanan hidupnya terbayang kembali...
Terbayang kembali persahabatannya dengan Bambang Tri. Joko mengelak tentang apa yang disampaikan di dalam bukunya. Tetapi sesuai deng tugas besar yang diembannya, dia tidak mau "penyamarannya" terbongkar... Karena itu terpaksa harus dilupakannya persahabatannya dengan Bambang semasa remaja di Solo itu. Mulut Bambang harus ditutup... dia harus dihukum dan dikerangkeng.
Tetapi tidak hanya mulut Bambang yang harus ditutup, banyak mulut lain, para ustad, ulama, aktifis, bahkan emak-emak, yang sedikit banyak mulai mencium sepak-terjangnya... tentang wajah aslinya, dan yang mencoba menghalanginya. Mau tidak mau Joko harus minta tolong para pembantunya, seperti Kapolri Tito Karnavian dan lain-lain, untuk menutup mulut mereka juga dengan senjata "kriminalisasi". Bahkan ada sekelompok aktivis politik yang dianggapnya tidak punya masa, tapi mau menunggangi para Ulama GNPF MUI, mau "menebeng" untuk menjatuhkannya. Joko sendiri awalnya percaya, bahwa para ulama itu tidak akan berani berisiko menjatuhkannya, karena takut nama Islam tercemar di dunia sebagai radikalis yang intoleran... Apalagi dengan mengajak mereka bertamasya ke Beijing sambil menikmati "gonibah". Bukankah pada masa lalu mereka juga menjadi Pendoa Politik bagi Soeharto?!
Melainkan sekelompok kecil aktivis jalanan yang sombong yang awalnya membikinnya gelisah! Untuk mereka, diperintahkannya agar ditangkap dengan tuduhan Makar. Dan itu terjadi. Beberapa Presiden pada masa lalu, Soeharto, Megawati dan SBY, juga pernah menggunakan senjata itu, dan ada hasilnya. Joko hanya sekedar meniru... Tapi sekarang, Joko melihat mereka yang mau menjatuhkannya sudah bergabung dalam forum Pribumi yang luar biasa besar, kuat dan dahsyatnya!
Kadang Joko tersenyum sendiri... Hari ini, tepat tiga tahun yang silam, dengan bahagianya bersama Iriana menaiki Kereta Kencana, seperti para Ratu di jaman Mahabharata... Dia mampu pula, bahkan satu-satunya dalam sejarah Indonesia, menghadirkan John Kerry, Menteri Luar Negeri AS, untuk menyaksikan pelantikannya. Sekalipun dia tidak sadar sebelumnya, rasa malu yang menyakitkan, telah mencium tangan Duta Besar AS, sewaktu masih Capres, pertama kali diperkenalkan oleh Megawati. Dia pun berjanji dalam hati, nanti si Dubes akan dibalasnya agar mengemis-ngemis Freeport kepadanya... Jokowi pun bersenyum simpul ingat ketika mulai menghancurkan DPR/ MPR dengan berkoper-koper uang, agar semua rencananya tidak terjegal oleh para Wakil Partai itu...
Tidak cuma Jokowi, tapi seluruh anggota Kabinet pun bingung menghadapi situasi kegagalan sekarang ini... Rakyat tidak sejahtera hidupnya, perekonomian rusak, keuangan negara kacau dengan utang Luar Negeri sudah membelit habis, banyak usaha bangkrut, kesenjangan kaya-miskin tambah melebar, pengangguran semakin menumpuk, kemiskinan sudah mencekik leher, tindak kriminal semakin merajalela, narkoba semakin membanjir, korupsi sudah membudaya di antara para pejabat negara... Sedang janji Joko kepada Tuan Xi masih jauh Panggang dari Api... pada saat kedudukan dirinya seperti telor di ujung tanduk... ketika TNI sewaktu-waktu bisa ikut mendongkelnya pada saat senjata impor Polri yang diselundupkan untuk mendukungnya terbongkar.
Kalau Jokowi sedang menghadapi pilihan kembali menjadi WNI atau menghadapi hukuman Xi... maka para anggota Kabinet bingung memilih, antara kembali menjadi rakyat biasa atau "pejah-gesang nderek Pak Joko". Termasuk yang bingung dan pusing adalah Luhut Binsar Panjaitan. Luhut, selain sudah menjadi Konglomerat seperti diinginkan oleh Menterinya, Susi Pudjiastuti, dia hanya berpikir bagaimana menyelamatkan ratusan trilyun yang sudah telanjur diinvestasikan oleh para Pengembang Konglomerat Cina teman-temannya... Dia tidak memikirkan trilyunan yang akan hilang akibat kerusakan ratusan tahun ke depan, kalau 17 Pulau Reklamasi itu berlanjut. Bukankah lebih baik di-terminate sekarang daripada dipertahankan dengan mengorbankan seluruh Pantai Utara Jakarta beserta isinya?! Untuk apa berpihak kepada para Mafia Cina yang akan menjual pulau-pulau itu kepada RRC...?!
Bukankah itu tindakan Makar?! Menyerahkan sebagian wilayah RI kepada penguasaan Asing?! Bukankah LBP Pribumi juga, yang selama itu berjuang melawan kolonialisme sebagaimana diingatkan oleh Gubernur/ Wagub Baru DKI Jakarta?! Bukankah sebaiknya membiarkan Jokowi sendiri yang berbuat Makar daripada melibatkan dirinya. Bukankah lebih baik LBP mundur daripada menjadi pengkhianat NKRI?! Anak-anak ITB, serta UI, IPB, UGM dan lain-lain yang akan menyusul, sudah menolak Reklamasi... Sebagai anak-anak muda harapan Rakyat, Bangsa dan Negara, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka punya, logislah apabila mereka mengingatkan LBP yang jauh lebih senior tentang pengabdian kepada Rakyat, Bangsa dan Negara. Tidak usah merasa malu... orang tua kadang-kala lupa...!
Biarlah semua ditanggung Jokowi. Anggota Kabinet yang lain juga sebaiknya mundur. Pribumi pasti menang. NKRI terlalu besar untuk dikalahkan oleh sekitar 30 sampai 40 orang Menteri Jokowi. Persoalan Islam vs Non-Islam dan Cina vs Pribumi bisa diselesaikan tanpa kekerasan. Bagaimana memulangkan kembali orang-orang Cina Imigran RRC yang telah telanjur mendapat KTP, kita cari solusinya lewat model Donald Trump. Soal PKI sudah tamat... yang belum selesai adalah persaudaraan di antara sesama Pribumi dan sesama Orang Indonesia Asli... nanti kita selesaikan pelan-pelan... pasti bisa! NKRI kita tata kembali!
Biar kita selesaikan dulu soal Jokowi. Dia yang menebar benih permusuhan... dia pula yang harus menuai hasilnya! Merdeka!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar