Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai memamerkan kehebatan dirinya dan tim negosiasi Freeport dalam pembahasan divestasi saham Freeport menuai kritikan dari Gerakan Pribumi Indonesia (GEPRINDO). Pernyataan itu disampaikan Jokowi dalam acara Rakernas Projo III di Sport Hall Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (4/9) kemarin.
“Ada satu statemen Jokowi yang menurut saya kurang elegan untuk diucapkan oleh seorang presiden Republik Indonesia di mana Pak Jokowi terkesan pamer akan kehebatan dirinya dan tim negosiasi Freeport dalam pembahasan divestasi saham Freeport untuk Indonesia sebesar 51%,” kata Presiden GEPRINDO Bastian P Simanjuntak melalui rilisnya, Selasa (5/9).
Jokowi mendeskripsikan betapa alotnya negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan Freeport, namun sayangnya, lanjut Bastian, ada hal yang menurutnya terlalu ditonjolkan, sementara ada hal lain yang dihilangkan oleh Jokowi terkait dengan peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh pemerintahan sebelumnya.
“Ada kesan yang ingin ditonjolkan oleh Pak Jokowi bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi Indonesia berhasil memenangkan negosiasi dengan pelepasan saham Freeport sebesar 51 persen".
Bastian mengaku, dirinya memahami seluk beluk industri pertambangan mineral dan tembaga. Dan dia telah menjadi pelaku usaha di bidang tersebut sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di mana SBY mengeluarkan mengeluarkan undang-undang yang dinilainya revolusioner, yaitu Undang-undang nomor 4 tahun 2009 yang menyangkut larangan ekspor mineral mentah atau ore ke luar negeri dan kewajiban perusahaan tambang mineral logam untuk membangun smelter.
Undang-undang tersebut diikuti dengan terbitnya PP 23 tahun 2010 dan PP 24 tahun 2012, sehingga, kata Bastian, divestasi 51% saham Freeport tak lepas dari jasa SBY.
“Berhubung usaha saya bergerak di industri pertambangan mineral tembaga, saya cukup mengikuti perkembangan peraturan yang berhubungan dengan industri pertambangan mineral. Setahu saya sejak tahun 2009 di masa pemerintahan SBY, aturan tersebut membuat industri pertambangan mineral terhenti, saya salah satu korban kebijakan tersebut, meskipun saya mengalami kerugian yang sangat besar saya tetap mendukung terbitnya aturan-aturan tersebut karena tujuannya sangat bagus untuk kepentingan strategis bangsa dan negara Indonesia ke depan."
Dalam PP 23 maupun PP 24 diatur tentang divestasi saham pemegang izin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus yang sahamnya dimiliki oleh asing.
Pasal 97 ayat 1 ditekankan bahwa pemegang iup dan iupk dalam rangka penanaman modal asing setelah 5 tahun berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap sehingga pada tahun ke 10 sahamnya paling sedikit 51% dimiliki peserta Indonesia, dan PP ini pun secara otomatis berlaku untuk Freeport.
Sangatlah tidak elegan ketika Jokowi tidak menceritakan jasa SBY dalam memperjuangkan kepemilikan Indonesia terhadap saham Freeport, bahkan, Jokowi terus menyindir pemerintah sebelumnya dengan mengatakan Indonesia terus saja hanya medapatkan 9%.
“Jokowi seharusnya berkata jujur, peraturan divestasi 51% saham pertambangan asing adalah berkat jasa pak SBY, kalau SBY tidak menerbitkan UU No 4, PP 23, PP 24, sudah pasti pemerintahan Jokowi tidak akan bisa bernegosiasi dengan Freeport untuk melepas sahamnya 51%, dan belum tentu juga Pak Jokowi seberani Pak SBY menerbitkan UU dan PP yang tidak populer di mata para pengusaha tambang lokal maupun asing, malahan sebaliknya sempat terdengar wacana pemerintah Jokowi akan memperbolehkan kembali ekspor mineral mentah."
Dia pun berharap Projo tidak menelan mentah-mentah apa yang dikatakan Jokowi agar tidak ditertawakan para pelaku usaha pertambangan.
“Semoga saja Projo tidak langsung menerima mentah-mentah perintah Pak Jokowi untuk memamerkan kepada masyarakat bahwa divestasi saham freeport adalah berkat keberhasilan pemerintah Jokowi semata, karena nanti bisa ditertawakan oleh praktisi pertambangan,” pungkas Bastian.
Source : swamedium
Tidak ada komentar:
Posting Komentar