Fahri Hamzah di Pertemuan Parlemen Dunia: Inilah Momentum Untuk Selesaikan Masalah Rohingya
DPR RI menjadi tuan rumah Konferensi Parlemen Dunia di Nusa Dua (6-7/9). Dalam pertemuan anggota Parlemen Dunia "World Parliamentary Forum on Sustainable Development" tersebut, sebanyak 48 negara hadir berpartisipasi dan 12 lembaga internasional terlibat menjadi observer (peninjau). Juga 15 tokoh internasional dari berbagai bidang yang akan berbicara seputar kebijakan politik, ekonomi dan masalah global.
Terdapat nama-nama lembaga internasional yang selama ini terlibat dalam kerja-kerja kemitraan dengan parlemen dunia, seperti ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA), Women Political Leaders (WPL), Global Parliamentarians Against Corruption (GOPAC), UNDP, dan lain sebagainya. Menariknya, deretan nama-nama negara yang hadir, terdapat negara-negara yang selama ini menjadi pembicaraan internasional, terutama terkait masalah kemanusiaan di Rohingya.
Ada Bangladesh, negara tetangga Myanmar yang hingga hari ini masih enggan membuka perbatasannya menampung pengungsi Rohingya. Dan ada delegasi dari Turki dimana negara tersebut yang terlihat paling menonjol dalam menginisiasi bantuan kemanusiaan di Rohingya. Termasuk melakukan ancaman dan tekanan politik dan militer ke Myanmar. Sayangnya, parlemen Myanmar tak hadir dalam pertemuan parlemen dunia yang sedang berlangsung.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah sendiri dijadwalkan akan memimpin Pleno dengan tema "SDGs and Climate Change". Tema ini akan merumuskan jawaban dari pertanyaan dunia tentang bagaimana parlemen menindaklanjuti kesepakatan Paris Agreement untuk berjuang menyelamatkan bumi dari pemanasan global. Tema ini juga bertujuan untuk membahas kebutuhan dunia yang bisa dilakukan agar seluruh dunia bisa berhasil dalam program SDGs.
Fahri Hamzah mengatakan, bahwa momentum Konferensi Parlemen Dunia bisa menjadi momentum bersejarah dunia, dimana parlemen dunia bisa melakukan inisiatif bersama untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan di Rohingya. Fahri Hamzah sendiri juga akan mendorong pertemuan empat delegasi Indonesia, Turki, Bangladesh dan Myanmar, untuk mendapatkan solusi dan formula bagi masalah di Myanmar.
"Menyelamatkan masa depan etnis Rohingya adalah bagian dari konsolidasi demokrasi. Masalah di Rohingya adalah masalah multikultur dimana seharusnya kaum minoritas dilindungi hak-haknya. Kegagalan dalam mengelola perbedaan antar etnis hingga terjadi diskriminasi dan kekerasan etnis di Rohingya, berbahaya bagi demokrasi di Myanmar", katanya.
"Kita melihat dan ada penyelidikan awal bahwa militer Myanmar terlibat dalam kekerasan bersenjata, dimana mereka secara komando dan terorganisir menyisir penduduk, melakukan kekerasan, membunuh dan mengusir ratusan ribu penduduk. Kalau informasi ini benar, maka masalah Myanmar bukan lagi masalah biasa. Ini adalah kejahatan kemanusiaan. Myanmar bisa diberi sanksi oleh ASEAN dan dunia. Ada yang bisa diseret di Mahkamah Internasional atas pelanggaran HAM berat di Myanmar", sambungnya.
"Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas. Dan parlemen RI memang sudah mengambil sikap tegas. Kita berharap, parlemen dunia yang sedang berkumpul ini, bisa membantu secara politik dan kemanusiaan. Demi kemanusiaan dan persaudaraan warga dunia, mari kita bantu" tutupnya.
Denpasar, 6 September 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar