Selasa, 22 Agustus 2017

PANTASKAH REMISI KORUPTOR DI HARI PROKLAMASI?

Sempat beredar brodcast di beberapa sosial media. Warganet mencoba berkelakar namun hakikatnya benar. Isinya lucu dan mengena di hati.
1.Jika koruptor di negeri China dihukum mati
2.Jika pakai cara Arab potong tangan
3.Jika di Indonesia potong masa tahanan

Fakta memang demikian. Pada Peringatan Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukham) memberikan remisi kepada 92.816 narapidana dari total narapidana dan tahanan di seluruh Indonesia  yang berjumlah 226.143 orang. Dari total remisi sebanyak 92.816 tersebut terdapat 400 orang narapidana korupsi lainnya yang juga mendapatkan bonus pengurangan masa kurungan di hari kemerdekaan negeri ini. Yang menarik dari 400 jumlah napi koruptor yang mendapatkan pengurangan masa hukuman tersebut terdapat mantan Bendahara Partai Demokrat M  Nazaruddin dan mantan pegawai pajak Kementerian Keuangan Gayus Tambunan. Tercatat remisi  
Nazaruddin 5 bulan sedangkan Gayus 6 bulan (http://nasional.kompas.com/read/2017/08/17/14535841/nazaruddin-dan-gayus-tambunan-dapat-remisi-pengurungan-hukuman).

Jika menilik pada peraturan remisi, maka syarat seorang narapidana korupsi terdapat pada PP 99 tahun 2012 Pasal 34 ayat 2 dan pasal 34A termaktub syarat  tersebut yakni :
(a) berkelakuan baik; dan
(b) telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan
(c) bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
(d) telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Mari kita coba examinasi putusan remisi ini dari seorang Gayus Tambunan (GT). Jika merujuk pada PP maka bisa dimaknai bahwa seorang Gayus Tambunan menurut Kemenhukham dianggap :
(1) telah berkelakuan baik,
(2) telah bekerjasama dengan penegak hukum membantu membongkar perkara tindak pidananya,
(3) telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan.

Pertanyaannya, bagaimana bisa menyimpulkan GT layak mendapat remisi jika masih segar dalam ingatan kita tentang polah tingkah dia mengembat uang Negara, melakukan abuse of power (menyalahgunakan kewenangan), lalu perilaku dia yang dalam tahanan namun sejurus kemudian kita mendapatkan berita keluar tahanan, jalan-jalan ke Bali dan Singapura. Pantaskah remisi diberikan di hari proklamasi pada koruptor?

Sebuah ironi keadilan yang dipertontonkan terkait penindakan pada koruptor. Korupsi yang di satu sisi begitu massif dikampanyekan sebagai extraordinary crime, justru mendapatkan keringanan hukuman. Berapa juta hati rakyat Indonesia yang terluka?

Rakyat Ingin Keadilan

Benarkah Indonesia bisa terbebas dari budaya korupsi? Benarkah tindakan selama ini akan memberikan efek jera bagi pelakunya? Tampaknya inilah yang harus dijawab jujur oleh stakeholder dan penegak hukum. Kian ke kini, korupsi mulai dilakukan dari beragam latar belakang jabatan. Lantas, pada siapa lagi rakyat akan menggantungkan asa untuk Indonesia Bersih?

Jika berani jujur, Islam sesungguhnya bisa menjadi solusi tuntas atas persoalan korupsi secara cepat dan adil. Konsep hukum yang preventif dan berdimensi akhirat akan menjawab tuntas rasa keadilan masyarakat.

Dalam Islam ketika seseorang sudah terbukti korupsi, maka langsung dapat dieksekusi dengan berat hukuman sampai pada hukuman mati. Islam memandang korupsi sebagai kriminal berat yang mengakibatkan kerugian besar. Sikap korupsi lebih dijiwai ketamakan dunia dan memperturut hawa nafsu. Penanganan kasus korupsi akan diteliti berdasar jabatannya. Jika menyangkut penguasa dan pejabat negara, maka akan dilihat dulu jumlah kekayaannya dengan pembuktian terbalik. Kalau bertambah dengan tidak wajar, maka bisa dikenai sanksi. Begitu pun jika terdapat peneyelewengan dana dari negara karena menggunakan kekuasaanya.

Hal lain yang lebih penting sebagai bentuk pencegahan, maka Islam akan memberikan panduan.
1. Penguasa dan pejabat harus memiliki 'alarm' berupa ketakwaan individu yang kokoh.
2. Negara akan memberikan penggajian yang layak demi mencegah berbuat curang. Segala dana dari negara hakikatnya untuk rakyat, bukan untuk diembat.
3. Jika pejabat atau penguasa belum menikah atau memiliki rumah, maka negara harus membantu menyelesaikan persoalan itu.
4. Negara harus memberikan peringatan pada pejabat dan pegawai negera untuk tidak menerima hadiah, suap, dan tindakan curang lainnya.
5. Penindakan dan hukuman yang setimpal oleh negara sehingga koruptor betul-betul menjadi musuh negara dan harus di hapuskan di atas dunia.

Oleh karena itu, demi Indonesia Bersih Korupsi haruslah didukung oleh sistem yang baik (Islam), hukum yang berkeadilan, dan pejabat yang memiliki ketakwaan tinggi dan menjadi pelayan setia rakyat. Betul kan?.

Source :
Kurdiy (Aktivis di Lingkar Opini Rakyat-LOR)
Pojokaktivis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar