Sabtu, 23 September 2017

PENGHIANATAN-PENGHIANATAN KOMUNIS (PKI) BERDASARKAN KITAB AL-FATAWI DAN AHLI WARISNYA

(Gaya penulisan sebagian mengikuti tulisan dari cucu KH Ahmad Syar’i yang bernama Babe Gunawan Semaun Mertakusuma, mohon dibaca dengan konteks penulisan pada saat itu baik pada masa KH Ahmad Syar’i ataupun cucunya)

A. PENGHIANATAN KE I TAHUN 1914

Adapun Latar Belakang dari Penghianatan ini adalah :

1. Pada tahun 1911, seorang Indo Belada yang mengaku dilahirkan di Kampung Kemayoran Ketapang (Jakarta) , telah melakukan aksi mengorganisir Masyarakat “Batavia” dengan mempergunakan nama “JONG BATAVIER” orang tersebut mengaku sebagai pucuk pimpinannya dan dia bernama SNEEVLIET.

2. Di dalam kurun waktu tersebut JONG BATAVIER telah banyak merekrut anggota yang berasal dari “Golongan Peranakan” seperti Peranakan Belanda/Eropa, China, Koja (India) dan Arabieren.

3. Pada kurun waktu itu juga telah terjadi percekcokan antara kepengurusan JONG BATAVIER dimana ketuanya yang bernama WIJNHAMER tidak menyetujui jika JONG BATAVIER menggunakan idiologi Komunis yang dicetuskan Sneevliet.

4. Sneevliet pada waktu itu telah melakukan gerakan ANTI TUHAN dan ANTI TERHADAP SEMUA AGAMA, Sneevliet berusaha merayu KAUM BETAWI, SUNDA, dan JAWA untuk menjadi anggota PKI. Namun Usaha Sneevliet dihalangi dengan keras oleh para ulama dan Pribumi Asli yang menamakan dirinya “KERUMPUNAN BETAWI”. Mereka yang merupakan tokoh Islam dan Pemimpin yang berada di Kampung Kemayoran Kepu Gang Bugis berceramah atau berpidato kepada masyarakat agar tidak mengikuti ajakan Sneevliet karena Pribumi Asli adalah Pemeluk Agama Islam yang Fanatik.

5. Selanjutnya Tuan Doowes Dekker dan Tuan Suwarno (Perkumpulan Boedi Oetomo) Cabang Weltevreden dan Tuan Gunawan Mangunkusumo telah diundang oleh Majelis Kaum Betawi yang bertempat di rumah Penghulu Haji Sapri Kampung Kramat Pulo Senen. Kaum Betawi di waktu itu sudah mempunyai “Perkompoelan Keroekoenan Kaoem Betawi” dibawah pimpinan KH Ahmad Syar’i Mertakusuma (berpusat di Gang Sentul Pasar Baru (Jakarta). Rapat tersebut dipimpin oleh Ateng Muhammad Sani Cs. Pada pembicaraan itu Tuan Dr. Setiaboedi Danoedirjo (dr. Douwes Dekker) telah menguraikan usaha Perjuangan PKI yang rencananya akan mengorganisir Buruh S.S (Buruh Kereta Api).

6. Adanya keberadaan Perkoempoelan Keroekoenan Kaoem Betawi telah ditanggapi secara serius dan reaksioner oleh Sneevliet apalagi setelah ia mendapat laporan Wijnhamer tentang gerak gerik organisasi Betawi tersebut . Dengan licik dia menghubungi Muhammad Husni bin Tabri Thamrin di Gang Wedana Sawa Besar agar merayu orang-orang Pribumi Asli yang mendirikan Perkoempoelan Keroekoenan Kaoem Betawi ikut bergabung dengan Jong Batavier yang dipimpinnya.

7. Pada tahun 1913, seorang tokoh dari Tangerang bernama Haji Sapi-in dari Desa Sukasari yang menjadi buruh S.S telah memberi tahu kepada Dewan Pemangku Keadatan (KH Ahmad Syar’i ) bahwa buruh S.S akan mengadakan pemogokan besar-besaran, beliau mengatakan kepada KH Ahmad Syar’i, “Kita semua harus waspada, jangan sampai masyarakat di Jawa Barat dan Jayakarta (termasuk didalamnya ada lingkaran Batavia dan Weltervreden) terjerumus ke dalam kancah gerakan itu, sebab di dalamnya sudah terdapat orang-orang PKI yang berpusat di Semarang.

8. Kekuatan Kaoem Pribumi selanjutnya dipercayakan kepada KH Ahmad Syar’i cs. Mereka mempergunakan nama “PERGERAKAN KI DALANG”. Mereka terdiri dari KH Ahmad Syar’i, Ki Semaun Tangerang, dan Ratu Bagus Abdul Karim Dain dari Kampung Duri Jembatan Lima Jakarta). Markasnya dipusatkan di Desa Teluk Naga Kampung Melayu Tangerang dan Majelisnya di Masjid Kumpi Satim bin Waseh (dipercayakan kepada HAJI KUNTARA dari Kampung Bambu Larangan Cengkareng Tangerang (kini menjadi DKI Jakarta). Gerakan ini adalah bertujuan untuk membersihkan Buruh SS di Tangerang supaya tidak menjadi anggota PKI dan berada dalam gerakan “KI DALANG” untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap pemerintah Belanda. Gerakan ini juga salah satu pelopornya adalah seorang Sultan dari Aceh yang dibuang pemerintah Belanda ke Jakarta yang bernama Muhammad Daud (Makamnya di Utan Kayu Rawa Mangun).

9. Tapi akhirnya PKI telah mendahului aksinya ditahun 1914 dengan melakukan pemogokan Buruh SS, padahal di tahun 1914 gerakan KI DALANG baru mulai merencanakan perlawanan besar-besaran bukan saja di Jayakarta.

10. Demikianlah Sneevliet yang telah bekerja sama dengan Pemerintah Belanda justru berhasil mengurangi “Pemberontakan di Batavia dan Tangerang. Semua penduduk laki-laki dan perempuan ditangkapi, senjata-senjata seperti pisau, golok, keris, serta tombak telah disita. Pemberontakan KI DALANG dengan sistem PERANG GERILYA telah berhasil diprovokasi oleh Sneevliet, namun demikian gerakan ini baru benar-benar berhenti tahun 1924 setelah para pemimpinnya banyak ditangkapi dan dijebloskan dalam penjara, sebagian ada yang gugur. KI Semaun Tangerang Gugur tertembak, Ratu Bagus Abdul Karim Daim dan Entong Geger dari Kampung Jati Padang Pasar Minggu dibuang ke Penjara Jambi, Entong Geger Gugur, Ki Abdul Karim wafat di rumah Sakit, sedangkan KH Ahmad Syar’i berhasil meloloskan diri.

Setelah kita mengetahui latar belakang ini, menurut KH Ahmad Syar’i tahun 1914 inilah yang merupakan awal pertama penghianatan Komunis di Indonesia, waktu itu memang Komunis belum menggunakan nama PKI namun ajarannya adalah jelas adalah KOMUNIS. Penghianatan di tahun 1914 ini telah “berhasil” menggagalkan rencana persatuan untuk membina solidaritas perjuangan melawan Kaum Penjajah Belanda.

Dalam catatan khusus mengenai Komunis di tahun 1914 oleh KH Ahmad Syar’i dan telah diterjemahkan oleh cucunya adalah sebagai berikut :

1. PKI pada kurun waktu itu telah merasa tersaingi dengan adanya gerakan Boedi Oetomo yang tadinya hanya terdiri dari “kalangan ningrat” kemudian telah menjadi organisasi kerakyatan. Dari pergerakan kerakyatan yang bersumber dari potensi-potensi kedaerah telah menjadi pergerakan kebangsaan. Dari lapangan sosial budaya ke lapangan sosial politik.

2. Gerakan “JONG BATAVIEREN yang dipimpin oleh SNEEVLIET dan WIJHAMER telah nyata mendapatkan “dukungan” dari Pemerintah Hinda Belanda, dimana karena ulahnya itu telah mudah “ditandakan” Kaum Betawi yang pada waktu itu masih kuat permusuhannya terhadap Pemerintah Belanda. Tetapi dengan percobaan PKI untuk menunggangi gerakan Buruh S.S itu telah menyebabkan hilangnya pengaruh mereka. Sehingga Wijhamer kemudian mengganti nama PKI menjadi PAH WONG SO dengan idiologi Nasionalismenya dr. Sun Yat Seng. Kemudian setelah itu mereka menjadi pendukung Generalimo Tsing Kai Sek yang berdomisili di Kemayoran Gunung Sahari (kini terkenal bernama Kampung Blandongan Jakarta Kota).

3. Diketahui bahwa Sneevliet adalah seorang penganut Komunisme (yang pada penghianatan yang Ke I itu belum memakai nama PKI, saat itu Sneevliet bergerak dengan nama ISDV (Indische Sociaal Democrasche Vereniging). Pergantian nama ISDV menjadi PKI terjadi di Semarang dengan pimpinan Sneevliet sendiri yaitu pada bulan MEI 1914 (nama Sneevliet dalam catatan KH Ahmad Syar’i tertulis H. Sneevliet).

Sedangkan Pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV betul-betul secara resmi menjadi PKI tanggal 23 Mei 1920 dengan Ketuanya bernama SEMAUN. Semaun sendiri tadinya merupakan anggota Syarikat Islam. Bersama dengan TAN MALAKA, ALIMIN PRAWIRODIRJO mereka berhasil memecah belah SI menjadi dua kubu, yaitu SI Merah dan SI Asli.

Dalam pemberontakan yang dilakukan Serikat Buruh SS yang dipengaruhi oleh Sneevliet namun berakhir dengan kegagalan karena adanya perlawanan Kaum Betawi telah menyebabkan Sneevliet melakukan usaha –usaha “permusuhan keras” terhadap gerakan Kaum Betawi dan gerakan-gerakan kedaerah lainnya diseluruh Bumi Jawa. Meskipun demikian, para pemimpin Bangsa yang nasionalis telah melakukan kegiatan dengan SI Asli (yang non PKI), tetapi dengan liciknya Pemerintah Belanda telah mengambil kebijkan politik lain dengan menyatakan bahwa PKI hanya diperbolehkan bergerak di negeri Belanda.

4. SI Asli yang anti PKI telah mendapatkan sambutan hangat dikalangan para intelektual bangsa Indonesia. Pengaruhnya terus sampai ke rakyat Jelata. Karena yang menonjol pada waktu itu bukan hanya HOS COKROAMINOTO, tetapi Dr. Cipto Mangunkusumo juga sangat ditakuti Pemerintah Belanda dikarenakan anjurannya bukan hanya gerakan pendidikan dan usaha dagang sajam tetapi juga mengarah kepada tujuan MEMERDEKAKAN INDONESIA dari PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA.

B. PENGHIANATAN KE 2 TAHUN 1927

Latar belakangnya adalah sebagai berikut :

1. Para pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda yang pada tahun 1918 telah mengetahui adanya “pencabutan larangan” untuk mengadakan perkumpulan di Kawasan Pemerintah Hindia Belanda, berhubung pada waktu itu sudah berdiri Vlokrad, yang didalamnya ternyata sering gontok gontokan dikarenakan keberadaan “Tiga Jago Indonesia” yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, Suryadi Suryaningrat yang saat itu sudah berada di Jawa Tahun 1917 (hukumannya sudah dibebaskan). Mereka para Pelajar dan Mahasiswa yang ada di Belanda terdiri dari 2 golongan yaitu PKI (Komunis) dan golongan Nasionalis. Adanya Komunis yang berasal dari bangsa sendiri dikarenakan adanya Darsono, Alimin, Muso yang katanya berada di Rusia namun nyatanya berada di Negeri Belanda. Sedangkan golongan Nasionalis di negeri Belanda telah “ditindas” oleh Pemerintah Belanda).

2. Aksi di Negeri Belanda telah membawa pengaruh besar di Tanah Air Indonesia, maka setelah itu berjalanlah “AKAL BUSUK BELANDA”. Para Serdadu dari Suku tertentu di negeri ini telah digunakan untuk menyerang “BENGKEL PYROTECHNIK DI BANDUNG”. Kejadian itu terjadi pada tanggal 17 dan 18 Juli 1927. Namun anehnya yang ditangkap adalah pemimpin Nasionalis antara lain Boeng Karno, dan HOS COKROMINOTO serta berpuluh-puluh orang lainnya, sebagian dibuang ke Digul, Halmahera dan lain-lain. Yang juga menjadi perhatian dan aneh, TAN MALAKA yang saat itu berada di Manila juga ditangkap, dan menurut berita Immigrant Manila, anggota Constabulary menangkap TAN MALAKA disebabkan sebagai “PELARIAN POLITIK” karena telah menyampaikan Surat Kepada Pemerintah Hinda Belanda di Jawa bahwa PKI akan berontak pada bulan Desember 1927 dan bukan pada bulan Juli 1927 !

3. Jelas dari perkataan TAN MALAKA Ini bahwa “Pembuangan” para pemimpin nasionalis di kurun waktu tahun 1927 itu karena gerakan PKI yang sudah melakukan penghianatan Terhadap Bangsa Indonesia.

4. TAN MALAKA yang pernah mengaku bukan PKI tetapi MURBA pernah berkata, “Konferensi Prambanan Tahun 1926, memang oleh PKI telah direncanakan pada tahun 1927 itu, tetapi tatkala saya berada di Singapura (menghadiri sidang Komunis – Kominform), PKI telah mendahuluinya.

C. PENGHIANATAN KE 3 TAHUN 1933

Dalam catatan Kitab Al Fatawi terdapat beberapa fakta yang di antaranya :

1. Tidak disebutkan di dalam catatan Kitab Al-Fatawi (Silsilatul Syar’i) kemana perginya tokoh “JONG BATAVIEREN” yang telah gagal “menggaet” Kaum Betawi kedalam organisasi “JONG BATAVIER. Ada berita yang mengatakan bahwa Sneevliet masih berada di Batavia dan juga ada pemberitaan dia ada di negeri Belanda. Pada waktu Volksraad didirikan, terdapatlah anggota Dewan Sebagai berikut :

a. Dari fihak Belanda Totok dan Indo sebanyak 15 orang.
b. Dari Bangsa Indonesia 7 orang
c. Dari fihak golongan China 2 orang
d. Dari fihak golongan Arab 2 orang.

2. Dalam kurun pendirian Volksraad, di Batavia dan Weltervreden sedang diamuk pemberontakan Kaum Betawi yang menamakan dirinya “Gerakan KI Dalang”. Golongan Peranakan di Batavia tidak lagi menyebut nyebut lagi namanya sebagai golongan “JONG BATAVIER”, sebab mereka sudah mendapatkan posisi baik di GEMEENTERAAD BATAVIA. Demikian juga dengan kemunculan Muhamad Husni Thamrin sebagai anggota GEMEENTERAAD BATAVIA bukan namanya KAUM BETAWI.

3. Pada tahun 1924 Indonesia Veriniging (yang didirikan oleh para Pelajar dan Mahasiswa Indonesia) telah meleburkan nama organisasi menjadi “Perhimpunan Indonesia”. Peristiwa itu telah membuka Mata Dunia bahwa propaganda Belanda yang telah menyiarkan berita-berita di luar negeri bahwa orang Indonesia itu senang dengan penjajahan Belanda adalah salah besar. Perhimpunan Indonesia telah banyak menyerang habis-habisan Propaganda Belanda itu dengan menyatakan bahwa itu adalah “PALSU”, akibatnya para pemimpin PI telah ditangkapi yang diantara mereka adalah Muhammad Hatta, Ali Sastroamijoyo, Abdul Majid Jojodiningrat. Kejadian itu terjadi pada tahn 1927. Dalam pemeriksaan di Pengadilan akhirnya mereka dibebaskan tanggal 22 Maret 1928. Mereka ini kemudian banyak mendirikan Club Club Studi atau Kajian kemudian dari itu berlanjut dengan berdirinya “PERSERIKATAN NASIONAL INDONESIA”. Kemudian pada tanggal 4 Juli menjadi “PARTAI NASIONAL INDONESIA”. Pada waktu para Pejuang sudah kembali berkumpul dengan adanya pernyataan bebas, maka telah didirikanlah satu organisasi Federasi dengan nama “PERMUFAKATAN PERHIMPUNAN POLITIK KEBANGSAAN INDONESIA (PPPK). Mereka telah menyatakan aksi kebulatan tekad

a. Terus berjuang sampai Indonesia Merdeka
b. Bendera Kebangsaan Indonesia, “Merah Putih”
c. Satu Bahasa, Bahasa Indonesia
d. Satu Bangsa, Bangsa Indonesia
e. Satu Tanah Air, Tanah Air Indonesia

Di dalam PPPK itu termasuk KAUM BETAWI, bukan JONG BATAVIER (meskipun pada mulanya MH Thamrin mau mempertahankan nama itu), tetapi akhirnya beliau bersedia memakai nama KAUM BETAWI saja. Inipun atas hasil musyawarah yang telah diadakan di jalan Cikini /Raden Saleh.
Demikianlah dari PPPK itulah kemudian kita mengenalnya dengan peristiwa SUMPAH PEMUDA tanggal 28 Oktober 1928. Setelah peristiwa itu maka suhu politik menjadi bertambah panas kembali. KH Ahmad Syar’i yang telah memerlukan hadir dalam peristiwa SUMPAH PEMUDA Itu telah memberikan pernyataan kepada MH THAMRIN bahwa KAUM BETAWI yang dipimpinnya itu bukan mewakili KAUM BETAWI, sebab KAUM BETAWI belum mencabut “TEKADNYA” yaitu “MENGHARAMKAN BEKERJASAMA DENGAN PEMERINTAH BELANDA”, padahal MH Thamrin berada dalam PPPK dengan memakai nama KAUM BETAWI. Peristiwa ini telah mengagetkan beberapa pemimpin bangsa Indonesia, karena dimulutnya SANG SINGA masih ada Pejuang yang berani menggugat semangat perjuangan. KH Ahmad Syar’i berkata, “YAH KALAU TIDAK DEMIKIAN MAKA SUMPAH PEMUDA ITU HANYA MENJADI GINCU DI BIBIR SAJA”.

Boeng Karno pada saat di Bandung telah menerima”bingkisan” berupa sebuah “sisir dan gincu”, maka marahlah rakyat Bandung, juga dari fihak PPPK yang memang dirinya kemudian menjadi “DEWAN RAKYAT” telah mengirimkan ancaman-ancaman kepada Pemerintah Belanda untuk menentang POENALE SANCTIE dan Pembatasan lainnya terhadap golongan BUMI PUTERA BANGSA INDONESIA (9 November 1928).

Sebulan kemudian tanggal 29 Desember 1929 APARAT KEKUASASAN BELANDA telah melakukan pembersihan besar-besaran terhadap rumah-rumah Penduduk. Bukan saja wilayah Jayakarta (termasuk Batavia), tetapi juga di semua wilayah di Jawa terutama di Bandung. Pada tanggal 18 Agustus 1930 para pemimpin Indonesia telah dipenjarakan. Pada tanggal 17 April 1931 RAAD VAN JUSTITIE telah memutuskan, semua pemimpin Indonesia itu “DIPENJARAKAN !”

Di luar Negeri suara-suara sumbang menghantam Pemerintah Kolonial Belanda. Dari sini muncullah kembali AKAL BUSUK Belanda. Kader-kader PKI yang ada di BELANDA dikirim kembali ke BATAVIA. Mereka tanpa diketahui para pemimpin Indonesia yang masih bebas telah berhasil mengadakan permufakatan dengan mendirikan PARTAI INDONESIA (PARTINDO) pada bulan DESEMBER 1931.

Pada tahun 1932 Boeng Karno telah dibebaskan lagi, Dan pada bulan Desember 1932 Boeng Karno telah terpilih menjadi Ketua Partindo (menggantikan Mr. Sartono) sedangkan Bung Hatta tetap pada organisasi PENDIDUKAN NASIONAL INDONESIA (PNI).

Kekuatan telah porak poranda kembali, hal ini disebabkan pada tahun 1933 PARTINDO menyatakan mempunyai idiologi MARXISME – SOEKARNOISME. Sedangkan PNI tetap Marhaenisme. Kekuatan Massa pada waktu itu berada pada kekuatan Boeng Hatta. Maka Pemerintah Belanda mengadakan aksinya lagi dengan menangkapi pemimpin Indonesia, termasuk Bung Karno (awal tahun 1934). Mr Sartono yang merasa dikhianati oleh golongan MARXISME/PKI pada tahun 1936 telah membubarkan PARTAI INDONESIA (PARTINDO)

D. PENGHIANATAN KE IV 1939 – 1940

Latar Belakangnya adalah sebagai berikut :

1. Anggota Ex PARTINDO yang bukan terdiri dari golongan Marxisme (PKI Selundupan), yaitu yang Nasionalisme tulen, telah mendirikan “GERAKAN RAKYAT INDONESIA” (GERINDO). Pemimpinnya antara lain : Drs. AK Gani, Mr. Sartono, R. Wilopo. Didirikan pada tanggal 24 Mei 1937 dan kongresnya di Palembang tahun 1939.

2. Pada tahun 1935 dalam masa resesi telah tumbuh satu Partai baru lagi bernama PARTAI INDONESIA RAYA (PARINDRA) dibawah pimpinan Dr. Sutomo dan di Batavia MH Thamrin.

3. Menyusul lagi sebuah Partai baru pada awal Desember pada tahun 1938 yaitu PARTAI ISLAM INDONESIA atau PII.
Ketiga partai itu telah menyatakab KOOPERATIF terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Hanya PSII yang tetap menyatakan Non Kooperatif.

Hembusan nasga yang terus menerus medambakan Indonesia Merdeka terus menderas bagaikan Taufan. Rakyat Jelata termasuk “KAUM BETAWI” menyatakan protes keras terhadap MH THAMRIN. Maka Jong Batavier (Peranakan China dan Arab Serta Eropa) yang tidak mendapatkan “muka” dari MH Thamrin telah menyeberang memasuki GERINDO, sesuai dengan hasil Kongres Palembang tahun 1939 itu.

Sejak itulah Pemerintah Hinda Belanda menjadi terus kelabakan karena MH Thamrin yang dikiranya “Anak Macan” akan menjadi “Kucing” ternyata malah menjadi “MACAN”. Dan apabila ia mengaum si Vloksraad dengan Bahasa Indonesia : Indonesia Merdeka _Berikan Biaya Untuk Pembangunan di Indonesia serta kesejahteraan rakyat Indonesia ! “NOVEMBER BELOFTE” yang pernah dicetuskan Pemerintah Belanda telah dinyatakan MH Thamrin sebagai “KOMIDI OMONG KOSONG”.

Parindra mulai naik gengsinya dimata rakyat. Organisasi Pandru Dewas yang dinamakan SURYA WIRAWAN telah disambut oleh Massa dengan semangat yang menyala-nyala. Tuduhan orang Komunis di luar Negeri yang mengatakan MH Thamrin adalah WANG TJING WEY Ke II yang menyediakan jembatan untuk bala tentara Jepang terus menerus digencarkan.

Melihat suasana yang semakin parah dan panas itu PEMERINTAH BELANDA lagi lagi melancarkan AKAL BUSUKNYA . Kader-kader PKI yang berada di Belanda termasuk DN Aidit juga muncul pada kurun tahun itu.
Partai Nasionalis telah melakukan kesepakatan membentuk “GAPI” (Gabungan Politik Indonesia ). Dari Parindra MH Thamrin duduk sebagai Ketua. Dari PSII yaitu Abikusno menjabat sebagai Sekretaris dan dari GERINDO yaitu Amir Syarifudin.

Pada tanggal 23 – 25 Desember 1939 GAPI telah mengadakan Kongres di Jakarta, dihadiri oleh segenap organisasi yang non parpol dan telah menerbitkan Keputusan :

a. Mengakui “Merah Putih” adalah Bendera Kebangsaan Indonesia
b. Mengakui “Bahasa Indonesia” adalah Bahasa Kebangsaan Indonesia
c. Nusantara Indonesia adalah Tanah Air Bangsa Indonesia

Di Kurun waktu itu Pemerintah Belanda sebenarnya sudah seperti “berdiri diatas bara api”. Slogan “MH Thamrin sebagai WANG TJING WEY yang Ke II yang menyediakan jembatan untuk Bala Tentara Jepang telah mendapat perhatian yang cukup besar . Semua Kaum Politik mengerti bahwa Slogan itu asalnya dari orang-orang KOMUNIS CHINA. Rakyat Indonesia yang benar benar terasakan sebagai rakyat yang tidak mau dijajah Belanda adalah wajar bagi Belanda. Tetapi orang-orang China di Batavia yang kebanyakan sudah memasuki “BURGELIJKSKATAND” dan telah pernah menikmati kerjasama dengan Belanda akan dapat dipastikan mau berfihak kepada Belanda. Demikian juga orang-orang Komunis yang tidak mendapatkan tempat dihati Pejuang bangsa Indonesia akan bisa dimanfaatkan. Pada kurun waktu itu juga Batavia penuh dengan massa urban. Mereka terdiri dari orang-orang China yang baru datang. Belanda pun tahu, bahwa China sekarang bukan China Tsang Kai Sek lagi, Kekuatan berada di CINA KOMUNIS ! Belanda punya perhitungan dari masyarakat itulah kelak yang akan memberikan bantuan besar bagi pemerintahannya.

Tidaklah heran, jika petisi Wibowo tanggal 23 Februari 1940 yang menuntut Indonesia Berparlemen telah pula ditolak pada bulan Agustus 1940. Meskipun pada tahun itu Belanda sudah tidak mempunyai daya, disebabkan negerinya sudah ditahlukan oleh Jerman.

Oknum-Oknum PKI yang berada di GERINDO (yang bermarkas di Kampung Duri Jembatan Lima) merupakan “Partner penting” bagi Belanda, sehingga apa saja yang telah dilakukan oleh MH Thamrin (terutama telah terjalinnya hubungan kuat dengan Boeng Karno dalam sistem Aksi Bawah Tanah) telah pula “dicium” fihak Belanda.

Pemimpin Kaum Betawi sejak bulan Desember 1940 sudah tidak punya kesempatan lagi berkunjung lagi dirumah MH Thamrin, karena tiap detik P.I.D (Polisi Rahasia Belanda) telah melakukan penjagaan yang ketat.

Demikianlah selanjutnya dalam “catatan Silsilah Syar’i di Kitab Al-Fatawi telah terdapat kalimat kalimat bahwa MH Thamrin telah pergi untuk selama-lamanya” pada waktu menjelang subuh tanggal 11 Januari 1941. Tentu saja mendiang MH Thamrin lebih suka “pergi” daripada harus “dipaksakan perginya” oleh Belanda. Belanda berharap Jika DOKUMEN-DOKUMEN PENTING yang harus diserahkan kepada Boeng Karno bisa jatuh di tangan mereka.

E. PENGHIANATAN YANG KE V

Catatan Kitab Al Fatawi terutama Kitab Silsilatul Syar’i hanya sampai pada tahun 1941, sedangkan catatan selanjutnya dilakukan oleh salah cucunya.

Pada tahun 1943 ini telah berdiri organisasi BANTENG MERAH yang didirikan oleh DN Aidit dkk. Organisasi ini didirikan untuk untuk menyaingi GERINDOM (Gerakan Indonesia Merdeka) yang didirikan oleh Pemuda Menteng 31. Akibat ulah Banteng Merah inilah para Aktifis Gerindom banyak yang ditangkap Penjajah Jepang, dan salah satunya adalah cucu dari penulis kitab Al-Fatawi yang sempat ditahan 3 hari 3 malam di gedung SMP Prapatan, sedangkan sebagian berpindah tempat di di beberapa daerah Jakarta. Inilah yang menurut Babe Gunawan merupakan penghianatan dilakukan oleh Aidit Dkk, sehingga aktifitas pemuda Gerindom segera tercium oleh Jepang.

F. PENGKHIANATAN YANG KE VI

Pada periode penghianatan PKI yang ke VI berada pada kurun masa Revolusi Fisik bulan Desember 1948. Namun demikian, sebelum kita sampai pada peristiwa Pemberontakan PKI itu, mari kita tinjau dahulu, siapakah tokoh utama pemberontakan di tahun ini.

Kita masih teringat peristiwa Pengkhianatan PKI yang ke IV, yaitu setelah Partindo dibubarkan oleh Mr. Sartono dikarenakan Bung Karno telah “dikibuli” dengan idiologi Marxisme – Soekarnoisme di tahun 1933. Kemudian para pejuang yang non komunis telah mendirikan “GERINDO” pada tanggal 24 Mei 1947 Di Palembang. Dr. A.K Gani duduk sebagai ketua, Mr. Sartono sebagai wakil ketua, dan Wilopo sebagai sekretarisnya. Beberapa tahun kemudian tokoh-tokoh Nasionalis banyak yang mengundurkan diri setelah mereka “kesal” menyaksikan “pendatang baru” yang overakting itu yang bernama Mr. Amir Syarifudin.

Masih teringat pada juga pada hasil keputusan kongres di Palembang pada tahun 1939 yang antara lain telah mengambil keputusan dapat menerima golongan Peranakan China menjadi anggota (Status Kewarganegaraan waktu itu masih ganda). Selanjutnya kita juga teringat pula dengan slogan “Wang Tjing Way” ke II. Nah pada saat GAPI berdiri tanggal 17 Desember 1939, Mr. Amir Syarifudin telah menduduki Jabatan GERINDO dan sekaligus Tuan Amir ini memegang jabatan yang penting pada organisasi GAPI. Tetapi anehnya pada waktu GAPI sedang mengajukan PETISI Indonesia Berparlemen, dimana waktu itu suasananya sedang gawat, tiba-tiba rupanya Boeng Amir sudah merasa “tenang” karena dia sudah menjadi “B.B” alias Pegawai Tinggi Di Departemen Ekonomi. Itulah sebabnya di KAMPUNG DURI JEMBATAN LIMA ada terdapat “MARKAS GERINDO”. Dan itulah sebabnya Belanda tidak menjadi gentar terhadap pejuang Indonesia yang militan, dikarenakan Boeng Amir Syarifudin benar-benar telah menjadi “BOS” imigran gelap dari “Daratan China Komunis”

Tetapi hati rakyat Indonesia yang menghayati perjuangan Revolusi Fisik dikurun tahun itu telah “berdebar-debar”. Kenapa demikian ? ya karena di dalam Kabinet RI Pertama ini ini Boeng Amir Syarifuddin ini telah ditunjuk langsung oleh Bung Karno sebagai Menteri Penerangan. Kemudian para pembentukan Kementerian RI berikutnya Boeng Amir Syarifudin telah diberikan jabatan “Menteri Pertahanan”. Jabatan ini cukup lama juga dipegangnya ! Di zaman itu ia bersama Sutan Syahrir berada pada kepemimpinan tertinggi Partai Sosialis Indonesia. Dalam kesempatan itulah Bung Amir Syarifuddin telah berhasil menggalang kekuatan SAYAP KIRI (termasuk di dalamnya PKI) sehingga kemudian terjadilah kelak “perundingan” dengan Belanda.

PNI dan Masyumi yang waktu itu berada dalam oposisi bertambah gelisah. Para Pejuang yang pernah ditatar politik pada zaman “Menteng 31” menjadi naik darahnya, mereka naik pitam dan ingin mengamuk. Namun apa mau dikata ? Sayap kiri sudah punya “gigi”. Perundingan dengan fihak Belanda terus berjalan. Syahrir telah menerima bahwa Belanda secara De Jure mempunyai hak atas Indonesia. Otomatis Boeng Amir “Sami Mawon”. Tetapi diluar pemerintahan, Bung Amir masih mempunyai kekuatan dari golongan Komunis, sehingga dia kemudian berkoar koar menyatakan “tidak setuju” bahkan berkata “Syahrir harus didongkel saja !”

Syahrir menjadi kalap, ia kemudian mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Jika tadinya ia bernama Amir hanya memakai nama PARTAI SOSIALIS saja, maka kemudian ia menggunakan nama PSI. Pada waktu situasi Pemerintahan RI sedang mengalami keguncangan akibat :

1. Agresi Belanda jalan terus, Front RI bobol, terutama di Jawa Barat
2. PKI mulai bermunculan, jika di dalam kantong-kantong mereka berpakaian Laskar, maka di kota-kota (Batavia) mereka berseragam lengkap. Mereka menamakan angkatannya dengan nama : PO AN TUI (Orang-orang China yang menjadi Angkatan Perang Nederlandsc/NICA). Sudah pasti diantara mereka kebanyakan Ex Anggota Gerindo-nya Bung Amir Syarifudin.

Akhirnya setelah Syahrir dikemplang oleh PNI – Masyumi, maka PKI dan PO AN TUI mempunyai banyak kesempatan. Syahrir mengatakan, “Amir, PKI Munafik, dahulu akur dengan RI, hanya karena kekuasaan de facto saja, kok sekarang guwa dijatuhin, ditendang tendang !” Alhasil jatuhlah kabinet Syahrir, maka kemudian muncullah kabinet baru. Kini PNI dan Masyumi yang memegang kendali pemerintahan.

Anak buah Bung Amir Syarifudin mengadakan demonstrasi, “sekali amir tetaplah amir”. Kota jogya semakin “pengak”. Bung Hatta duduk sebagai Perdana Menteri. Jika tadinya PNI dn Masyumi sebagai Partai Oposisi, maka pada masa itu menjadi Partai Pemerintah yang kuat. Bung Hatta terus melaksanakan apa yang telah menjadi “nasib” pemerintah, Perundiangan Renville berjalan terus !

Amir kini menjadi “gembong PKI” yang paling “angker” disamping Muso yang baru hadir dari Holland (bersama laskar komunisnya tentu...)

Akibatnya: Belanda terus maju, beberapa wilayah RI robek !, Belanda semakin keras ancamannya, PKI mendirikan Pemerintahan Tandingan. Muso jadi Ketuanya, Amir jadi Perdana Menterinya.

PKI pada masa itu bukanlah melawan Belanda dan membela bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan Tanah Airnya, Justru mereka telah memerangi Republik Indonesia. Mereka memerangi TNI dan Laskar Rakyat serta Tentara Pelajar Indonesia, Buruh, Petani, pegawai, Kader politik RI yang kemudian telah banyak yang dijadikan korban bergelimang darah dan membangkai, sehingga kondisi menjadi lemah dan itu terjadi pada Bulan September 1948.

Akibatnya :

1. Belanda semakin kuat, dibeberapa tempat telah berdiri Negara Boneka Buatan Belanda.
2. Meskipun PKI telah berhasil di tumpas dan Bung Amir Syarifuddin bersama 10 anak buahnya telah menjalani hukuman mati dengan cara ditembak prajurit TNI tapi disana sini muncullah DI/TII, Partai Rakyat Pasundan, Partai Rakyat Cirebon yang benderanya Putih Hijau dan yang satu lagi Kuning Hijau. Akhirnya terjadi Agresi KE II.

G. PENGHIANATAN YANG KE VII dan Ke VIII ( Bersambung....)

Sumber :
Ratu Bagus KH Ahmad Syar’i Mertakusuma, Kitab Al Fatawi (Silsilatul Syar’i), Jayakarta : Majelis Adat Jayakarta, 1910,
Ratu Bagus Gunawan bin Semaun bin KH Ahmad Syar’i, Catatan Pribadi, Jakarta : Al-Fatawi, 15 Maret 1980

Tidak ada komentar:

Posting Komentar