Kamis, 14 September 2017

TEORI ASAL MUASAL NAMA GAJAH MADA

Gajah Mada mendadak ramai diperbincangkan khalayak luas. Pemicunya adalah penafsiran lain dari sejarah patih Majapahit yang legendaris itu. Jadi heboh di media sosial, mencuat pendapat bahwa Gajah Mada adalah Gaj Ahmada yang beragam Islam.

Di luar isu tersebut, sebelumnya secara umum di kalangan masyarakat Indonesia, Gajah Mada dikenal sebagai patih terbesar Kerajaan Majapahit, kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang terbesar pada abad ke-14 hingga ke-15. Kontroversi tentang sosok Mahapatih Majapahit Gajah Mada seolah tidak pernah mereda. Baru-baru ini sebagian pihak memperdebatkan identitas Gajah Mada, apakah Gajah Mada itu Muslim atau bukan.

Majapahit dan Gajah Mada begitu dikenal luas. Majapahit adalah kerajaan besar yang menyatukan Nusantara, sementara Gajah Mada adalah patih kerajaan Majapahit dengan sumpahnya yang terkenal, sumpah Palapa, sumpah yang dimaksudkan untuk menyatukan Nusantara pula.

Peran Gajah Mada ditonjolkan Muhamad Yamin melalu buku Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara yang terbit pertama kali pada 1945 dan telah dicetak ulang belasan kali. Buku itu mengisahkan kisah kepahlawanan Gajah Mada sebagai patih Kerajaan Majapahit. Dalam buku tersebut, Yamin menampilkan foto sekeping terakota yang mewujud wajah lelaki berpipi tembem dan berbibir tebal. Di bawah foto sosok itu, Yamin menuliskan, "Gajah Mada... Rupanya penuh dengan kegiatan yang maha tangkas dan air mukanya menyinarkan keberanian seorang ahli politik yang berpemandangan jauh."

Hasan Djafar, arkeolog dan ahli sejarah kuno dari Universitas Indonesia, menyebutkan kepingan terakota itu ada di Museum Trowulan dan sejatinya merupakan bagian dari celengan kuno. Kepingan itu, dalam keterangannya yang ditulis kembali, Selasa 20 Juni 2017, tidak ada kaitannya dengan Gajah Mada.
Di bawah ini adalah beberapa fakta perihal Gajah Mada berdasarkan buku Agus Aris Munandar berjudul Gajah Mada: Biografi Politik (2010).

1. Mitos kelahiran Gajah Mada

Kisah kelahiran Gajah Mada penuh dengan mitos untuk melegitimasi kedudukannya sebagai orang besar. Kitab Usana Jawa menyebutkan Gajah Mada lahir begitu saja dari buah kelapa.

Di lain pihak, Babad Gajah Mada mengatakan Gajah Mada merupakan anak dari Dewa Brahma—salah satu dari tiga dewa utama kaum Hindu—dengan istri seorang pendeta muda bernama Mpu Sura Dharma Yogi. Setelah dewasa, Gajah Mada diambil oleh Mahapatih Majapahit untuk mengabdi kepada raja.

Kisah-kisah yang berbau supranatural ini jamak tercatat dalam babad-babad tanah Jawa dengan tujuan kelahiran Gajah Mada sudah direstui kekuatan adi kodrati. Dengan kata lain, proses kelahirannya sudah menandakan Gajah Mada ditakdirkan menjadi orang yang terkenal atau disegani.

2. Gajah Mada bukan nama asli

Babad Arung Bondan menyatakan Gajah Mada adalah anak seorang patih Majapahit. Agus Aris Munandar menduga Gajah Mada merupakan anak Gajah Pagon, pengawal setia Raden Wijaya, raja pertama Majapahit yang membuka Hutan Tarik sebagai cikal bakal kerajaan.

Kitab Pararaton menyebut kedua orang itu berwatak sama, yakni pemberani, tahan mental, tidak mudah menyerah, setia kepada tuannya, dan berperilaku seperti hewan gajah yang dapat mengadang semua penghalang.

Kata "gajah" mengacu pada hewan yang dalam mitologi Hindu dipercaya sebagai vahana (hewan tunggangan) Dewa Indra. Gajah milik Indra dinamai Airavata. Sementara “mada” dalam bahasa Jawa Kuno berarti ‘mabuk’.

Maka, bisa dibayangkan jika seekor gajah tengah mabuk, ia akan berjalan seenaknya, beringas, dan menerabas segala rintangan. Sepertinya itu nama yang cocok dan sudah dipikirkan betul-betul sebelum diberikan kepada Gajah Mada.

3. Gajah Mada dan Pasukan Bhayangkara

Seperti kebiasaan masyarakat Hindu, seorang anak akan dilepas untuk berguru kira-kira 12 tahun lamanya. Setelah itu, ia akan mengabdikan dirinya untuk raja dan masyarakat.
Gajah Mada yang sudah dibekali ilmu kewiraan bertugas dalam satuan khusus pengawal raja. Pasukan ini dinamai Bhayangkara, dari bahasa Sansekerta yang berarti “hebat dan menakutkan”.

Istilah itu termaktub dalam dua kata Jawa kuno, yakni bhaya yang berarti ‘bahaya, atau berbahaya, menakutkan,’ sementara angkara dari kata ahangkara yang berarti ‘aku’ atau ‘kami’. Maka istilah bhayangkara dapat diartikan sebagai ‘kami [yang] menakutkan’.

Dalam pasukan Bhayangkara inilah pengabdian dan prestasi Gajah Mada dibangun untuk menjaga Kerajaan Majapahit. Pararaton menyebut Gajah Mada mengiringi Raja Jayanegara mengungsi ke Desa Badander saat terjadi pemberontakan oleh Kuti. Menariknya, saat Jayanegara dibunuh oleh tabib Tanca, Gajah Mada diisukan mengatur pembunuhan itu. Konon, ia tak suka pada kelakuan Raja Jayanegara yang sudah melanggar perundang-undangan kerajaan lantaran menggauli istri orang. Perbuatan tersebut adalah hal yang nista karena dalam kitab Kutaramanawardharmasastra disebutkan hukuman bagi orang yang mengganggu perempuan yang telah bersuami cukup berat.

Pendekatan dalam meng-identifikasi seseorang sangat banyak caranya, salah satunya adalah melalui penafsiran makna dari nama sang tokoh. Seorang bernama Sunarto sangat mungkin berasal dari etnis jawa, dan yang bernama Umar, besar kemungkinan beragama Islam.

Pendekatan nama “Gajah Mada”

Apabila kita artikan, makna kata “Mada” dalam bahasa jawa berarti mabuk. Jadi secara literal, arti dari Gajah Mada adalah Gajah Mabuk. Penamaan seseorang sebagai Gajah Mabuk tentu sangat janggal dan aneh.

Maja adalah nama sebuah pohon, disebut juga wilwa, sebuah pohon yang berhubungan dengan Siwa Puja. Pada malam Siwaratri dibuat berbagai bentuk upakara dari daun maja, dan pemujaan kepada Siwa juga bersaranakan daun maja. Kakawin Siwaratrikalpa menyuratkan :
semining majarja sulasih nanekaraning angarcane sira (pucuk daun maja yang indah serta bunga selasih sebagai sarana menyembah Dewa Siwa).

Mada sebenarnya berarti mabuk, namun mengapa sang patih memakai nama Gajah Mada? Adakah nama ini sebuah kiasan, bahwa sang patih akan menggunakan semua kekuatannya untuk menyatukan Nusantara?

Mpu Prapanca di dalam kakawin Nagarakretagama ada menyuratkan sebagai berikut: "wetan lor kuwu sang gajahmada patih ring tiktawilwadika; mantri wira wicaksaneng naya matangwan satya bhaktyaprabhu; wagmi wak padu sarjjawopasama dihotsaha tan lalana; raja dyaksa rumaksa ri sthiti narendran cakrawarttin jagat". (Di sebelah timur laut adalah ramah patih Majapahit bernama Gajah Mada; beliau adalah ksatria yang pemberani, bijaksana, setia dan bhakti kepada negara; beliau pasih berbicara, teguh dan tangkas, tenang dan tegas, pandai lagi jujur; beliau adalah tangan kanan sang Maharaja sebagai penggerak roda pemerintahan). Demikian Mpu Prapanca melukiskan posisi rumah sang mahapatih ditengah kota Majapahit sekaligus dengan karakter dan keluhuran budinya.

Pada bagian lain Mpu Prapanca yang memang bermaksud menguraikan kebesaran kerajaan Majapahit juga menyuratkan secara khusus kepergian sang mahapatih. Prapanca menulis sebagai berikut : "Pada tahun Saka 1253 (1331 M) Gajah Mada mulai memikul tanggung jawab sebagai mahapatih; dan pada tahun Saka 1286 (1364 M) beliau mangkat, yang menyebabkan Sang Raja gundah, terharu bahkan putus asa; sungguh kebesaran jiwa Sang Gajah Mada, beliau cinta kepada sesama tanpa pandang bulu; beliau sungguh sadar hidup ini tidak abadi oleh karena itu beliau setiap hari melakukan amal kebajikan."

Digambarkan pula bahwa sepeninggal Gajah Mada, Sang Raja tidak mencari penggantinya. Sang Raja menyatakan tanggung jawab atas keputusan itu. Hal ini menandakan bahwa betapa beratnya mencari pengganti Gajah Mada, untuk menjadi patih disebuah kerajaan besar seperti Majapahit. Maka nama Mada, sebuah nama besar tak tergantikan di sebuah negeri yang mengambil nama Maja.

Demikianlah Gajah Mada begitu tersohor diseluruh Nusantara.
Oleh karenanya sebagian pihak beranggapan nama “Gajah Mada” adalah kiasan, yang berarti seseorang yang pemberani, tahan mental, tidak mudah menyerah dan menerabas segala rintangan.

Namun pemaknaan “Gajah Mada” tidak hanya satu. Dalam versi yang lain, istilah Mada kemungkinan berasal dari kata “Mahamada atau Ahmada” , kata “Mahamada atau Ahmada”, merujuk kepada nama Nabi Muhammad, yaitu Ahmad dan Muhammad.

Sementara istilah “Gajah” merupakan penggambaran dari tahun kelahiran Nabi Muhammad, yaitu tahun Gajah. Dengan demikian arti dari nama “Gajah Mada” atau “Gajah Mahamada”, adalah personifikasi dari sosok Nabi Muhammad yang dilahirkan pada tahun Gajah.

Beberapa waktu terakhir, media sosial dihebohkan dengan nama dan sejarah Patih Kerajaan Majapahit Gajah Mada menjadi Gaj Ahmada. Perbedaan pendapat juga mencuat terkait Kerajaan Majapahit yang merupakan kesultanan dan Patih Gajah Mada yang beragama Islam. Informasi itu didasarkan pada penelitian dan kajian yang kemudian dijadikan buku dengan judul Kesultanan Majapahit: Fakta Sejarah yang Tersembunyi. Buku tersebut diterbitkan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta.

Buku yang dikeluarkan waktu itu dengan yang beredar saat ini dan viral di media sosial jelas berbeda. Buku yang diterbitkan oleh LKPP bukanlah Gaj Ahmada, tetapi sosok bernama Gajah Ahmada atau dikenal pula dengan nama Syekh Mada. Kesalahan penulisan nama itu, akibat ketidaktahuan editor dalam penulisan sastra Jawa dan Sansekerta. Buku itu diterbitkan pada 2010 sebanyak 1.000 eksemplar untuk untuk kalangan sendiri. Itu orang yang tidak tahu sastra Jawa dan Sansekerta. Pasti orang yang enggak tahu (bahasa) Jawa.
WaLlahu a’lamu bishshawab

Referensi
1. Kanzunqalam.com link https://kanzunqalam.com/2017/06/24/teori-asal-muasal-nama-gajah-mada-antara-gajah-mabuk-atau-gajah-mahamada/
2. Phdi.or.id link http://phdi.or.id/artikel/maja-dan-mada
3. M.Liputan6 link http://regional.liputan6.com/read/2997513/fakta-dan-mitos-tentang-gajah-mada-si-gajah-mabuk
4. Muhamad Yamin, Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara, 1945.
5.Agus Aris Munandar, Gajah Mada: Biografi Politik, 2010
6. stephen-knapp.com  link http://www.stephen-knapp.com/mohammed_is_he_really_predicted_in_bhavishya_purana.htm
7. Hendrajailani.blogspot link https://hendrajailani.blogspot.co.id/2015/07/betemu-patih-gajah-mada-di-gunung-ibul.html
8. M.Liputan6 link http://m.liputan6.com/news/read/2997214/penjelasan-muhammadiyah-soal-gajah-mada-dan-gaj-ahmada
9. Hangnohartono.blogspot link http://hangnohartono.blogspot.co.id/2010/02/kesultanan-majapahit.html
10. Dedenheryana.blogspot link http://dedenheryana.blogspot.co.id/2017/09/kesultanan-majapahit-realitas-sejarah.html?m=0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar