Jumat, 15 September 2017

SEMINAR PEMBELA PKI DAN JOKOWI YANG INGIN MENGGEBUK PKI

Oleh Eko Ismadi

Para pembela pengkhianatan Partai Komunis Indonesia, telah meradang kembali pada 2017. Pada Sabtu, 16 September 2017, di Gedung LBH Jalan Diponegoro, LBH Jakarta dan segenap pembela PKI akan melakukan seminar dua hari dengan agenda untuk memutihkan kejahatan PKI di masa lalu.   

Mereka ingin mengungkapkan “kebenaran versi pembela PKI” atas sejarah pengkhiatan PKI pada 1965 dan sebelumnya. Mereka telah menuduh ada pemalsuan dan manipulasi sejarah versi Orde Baru atas peristiwa 1965. Mereka ingin, sejarawan dan akademisi, aktivis sosial, serta korban/penyintas 65, mau mengikuti versi sejarah yang mereka seminarkan, bahwa PKI tidak bersalah. Mereka beralasan perlu adanya resolusi bagi pengungkapan kebenaran sejarah atas peristiwa1965.

Seminar LBH dihadiri Eks Tapol PKI itu akan membahas latar belakang permasalahan 65 (kontroversi 1948, kontroversi sebelum 1965), G30S/Gestok (kudeta dan tuduhan PKI makar, kudeta merangkak Suharto, berujung pada Supersemar), Sesudah 65 (kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida), serta bagaimana mencari terobosan penyelesaian dan KKR (Rehabilitasi, Rekonsiliasi, Reparasi dan lain-lain)

Di masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla ini, para pembela PKI itu seakan mendapat kesempatan untuk memutihkan kesalahannya. Pada tahun 2016 lalu, saya melihat, para pembela PKI tersebut ingin mengulangi perilaku, seperti yang pernah mereka lakukan dimasa lalu. Ada eks tapol PKI yang mengatakan, ”Masa pemerintahan Jokowi adalah masa yang tepat bagi kita.”

Secara terang-terangan, ada pernyataan putera dari DN AIDIT (Ketua Umum PKI di tahun 1965), bernama ILHAM AIDIT, ketika dua kali memberi pernyataan di ILC TV One dan Metro TV tanggal 28 Mei 2016. Secara terbuka, Ilham Aidit dengan lantang menyebut, ”44 tahun saya menyembunyikan identitas sebagai putera Aidit. Barulah sekarang ini, saat yang tepat. dan di pemerintahan Jokowi, saya berani menyematkan nama Aidit di belakang namaku.”

Tanpa pernah berhenti, di berbagai kesempatan, Ilham Aidit dan para pembela PKI ini terus menerus menuduh bangsa Indonesia melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), karena peristiwa penumpasan pemberontakan dan pengkhianatan G 30 S/PKI tahun 1965. Para pembela PKI meminta pemerintah Jokowi untuk meminta maaf kepada PKI.

Kalangan pembela PKI ini terus menerus ingin memutihkan kesalahan PKI. Padahal, Jokowi sudah memerintahkan untuk menghancurkan siapa saja yang ingin memunculkan lagi PKI. “Saya dilantik jadi Presiden yang saya pegang konstitusi, kehendak rakyat. Bukan yang lain-lain. Misalnya PKI nongol, gebuk saja. TAP MPR jelas soal larangan itu," ujar Jokowi saat bersilaturahmi dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, pada 17 Mei 2017 lalu. Artinya, jika masih ada yang membela perilaku PKI pada 1965, merasa PKI tidak bersalah atas peristiwa G30/S PKI 1965, mereka adalah kalangan yang tidak taat dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

Maraknya kegiatan yang menampilkan adanya pemikiran Komunisme dan PKI ini patut untuk direnungkan dan diwaspadai bersama. Atas nama penyelesaian kasus 1965 ataupun pelurusan sejarah, semua itu adalah pemikiran dari PKI. Seluruh bangsa Indonesia, khususnya anak-anak muda, harus paham itu!

Para pembela PKI yang akan berseminar pada 16 September besok di LBH, selalu menuduh bahwa sejarah dibuat oleh yang menang. Mereka terus merekayasa bahwa Orde Baru adalah Penjahat Pembantai. Bahkan, mereka telah menganggap bahwa TNI AD adalah pembunuh Rakyat Indonesia yang tidak berdosa. Saya berkesimpulan, bahwa para pembela PKI itu berpikir dengan logika otak PKI.

Dalam sejarah bangsa Indonesia, kelompok bangsa yang bermasalah dengan sejarah nasionalisme dan Pancasila di Indonesia, hanyalah pengikut PKI berikut penganut komunisme. Sedangkan, DI/TII, maupun gerakan islam lain, sudah menemukan formula kebangsaan yang tepat dalam kehidupan kebangsaan, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Bagi saya, sejarah adalah sebuah rasa dan seni yang sangat menarik untuk dimengerti. Sejarah adalah sebuh cermin dan suratan bagi perilaku seseorang yang. Melalui sejarah, kita jadi mengerti perilaku orang, perilaku sekelompok orang, dan aktivitas politik bangsa Indonesia. Sejarah adalah bagian yang melekat dan tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah Sejarah PKI Dan Komunisme Indonesia. 

Ketika bicara tentang PKI, maka kita akan berbicara empat hal atasnya. Yakni sejarah PKI, organisasi PKI, manusia yang mengawaki PKI, dan yang terakhir adalah sikap parasitisme PKI. Karena mereka sering menumpang pada popularitas orang lain.

Empat hal tersebut, menjadi landasan bagi kita untuk meninjau perilaku parasitisme PKI dan komunisme Indonesia. Hal tersebut sangat korelatif dengan kondisi politik, sikap pemerintah, serta komponen bangsa Indonesia yang memiliki kaitan dengan PKI dan Komunisme

Bagaimanapun, negara kita berdasarkan Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Bendera merah Putih. Sehingga, tulisan ini saya niatkan untuk mengulas perilaku PKI dan Komunisme Indonesia yang menjadi penyakit dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, sejak awal berdirinya PKI hingga di masa Pemerintahan Jokowi sekarang.

Tulisan ini tidak bermaksud memojokkan seseorang atau mendeskreditkan pemerintah, melainkan hanya menyampaikan sebuah ulasan bagi kebaikan bersama, berdasarkan pengalaman sejarah yang pernah dialami oleh bangsa Indonesia atas pengkhianatan PKI. Sejarah bangsa Indonesia adalah sejarah berdasar Pancasila dan UUD 1945, bukan sejarah berdasarkan Seminar Pembela PKI.

Celakanya, tahun 2016 lalu, di hotel Aryaduta, diselenggarakan Simposium tentang korban Tahun 1965-1966. Dalam symposium tersebut, keluar rekomendasi agar pemerintah Indonesia meminta maaf kepada anggota PKI dan keturunannya.

Menyikapi simposium Aryaduta pembela PKI tersebut, saya mengutip sebuah peribahasa yang menjadi semboyan, Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Siapa yang menggali lubang, dia sendiri yang akan terperosok di dalamnya. Berulang kali, PKI melakukan kudeta dan pembantaian kepada umat Islam, masyarakat Pancasilais, serta beberapa Jenderal TNI. Mereka jelas merusak Pancasila Dan Undang Undang Dasar 1945. Harusnya, para pembela PKI tidak menganiaya diri sendiri. Sebaiknya, para Pembela PKI justru meminta maaf kepada bangsa Indonesia, agar kita semua berjalan selaras dan serasi, dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air.

Secara umum, para komunis tidak percaya adanya Tuhan dan melaksanakan kegiatan Partai sesuai dengan ajaran komunis. Komunisme sama sekali tidak sesuai dengan kehidupan bangsa Indonesia, sehingga dinyatakan sebagai partai terlarang. PKI-lah yang menghendaki adanya perubahan idiologi Negara Indonesia dari Pancasila dan UUD 1945 menjadi Nasakom, serta mengubah bendera merah putih dengan Simbol PKI Palu Arit.

Sehingga, gerakan G30/PKI memang perlu ditumpas. Anggotanya dipenjarakan di Pulau Buru Propinsi Maluku, agar sadar dan kembali kepada Pancasila.  

Sekarang ini, memang subur tumbuh Komunis Gaya Baru (KGB). Komunis Gaya Baru adalah bentuk Perjuangan PKI untuk melanjutkan perjuangannya setelah gagal memberontak dan berkhianat di tahun 1965. Jika mereka masih terus melakukan pembelaan dan pemutihan atas pemberontakan PKI 1965, artinya, penjara dan hukuman tidak berhasil mengubah perilaku anggota PKI.

Kesempatan baik dan penghargaan manusiawi yang diberikan oleh bangsa Indonesia selama ini kepada para Tapol PKI, justru menjadikan eks tapol PKI, berikut pembelanya, merasa besar kepala dan tidak tahu diri. Tujuan dari seminar 1965 di LBH besok, tentunya mau menunutut Pemerintah agar meminta maaf kepada PKI. Anggota PKI yang membunuh masyarakat Pancasilais dan jenderal, justru pemerintah yang disuruh meminta maaf kepada pembunuh Jenderal.

Jika kita memberikan kelonggaran kepada para pembela PKI, maka kita akan mengulang kesalahan yang telah dibuat para pendahulu. Pada masa orde lama, PRESIDEN SOEKARNO telah termakan hasutan PKI melalui program NASAKOM-nya. PRESIDEN SOEKARNO tidak sadar, ia ditipu dengan sanjungan. Segala kesukaan Soekarno selalu dituruti oleh PKI.

Saat itu, Presiden Soekarno belum sadar akan bahaya PKI. Ketika PKI berkhianat pada tahun 1965 dengan gerakan G30S/PKI yang dipimpin Letkol Untung dan DN AIDIT yang membentuk Dewan Revolusioner. Dalam kejadian itu, Presiden Soekarno masih saja tetap membela dan melindungi anggota PKI.

Ternyata, PKI ketahuan, telah menyiapkan program untuk menghancurkan Bangsa Indonesia. Sehingga Gerakan G30S/PKI dapat ditumpas. Sebagian besar anggotanya memang harus dihukum mati, sebagian dipenjarakan di Pulau Nusakambanagn dan Pulau Buru.

Pada Simposium 1965 di hotel Arya Duta tahun 2016, PKI dan Komunisme Indonesia kembali menampilkan dirinya sebagai PKI dan Komunis. Mereka telah menyalahkan penumpasan PKI dan gerakan G30S/PKI. Perilaku pembela PKI yang menyalahkan agenda penegakan Pancasila itu, justru menunjukkan kebobrokan moral PKI gaya baru ini.

Sesat pikir pembela PKI, yaitu menuduh bangsa dan rakyat Indonesia melanggar HAM dalam menumpas PKI. Mereka menghasut generasi muda Indonesia agar mempercayai, PKI tidak bersalah. Sehingga, sampai kapan pun, PKI tetap merupakan bahaya laten bagi Bangsa Indonesia.

Saya menjadi memahami dan meyakini keterlibatan Bung Karno dalam gerakan G30S/PKI tahun 1965 yang dipimpin DN AIDIT dan untung. Sebab, ada seorang penasihat Presiden Soekarno di tahun 1965 yang menyatakan bahwa penumpasan dan perilaku bangsa Indonesia terhadap Anggota PKI dan Komunisme tidak benar (Siaran metro TV 28 Mei 2016).

Kecurigaan dan kewaspadaan saya terhadap bangkitnya PKI dan hubungannya dengan Pemerintahan Jokowi, menjadi jelas. Pemerintahan Jokowi sempat menunjuk Gubernur Lemhannas Letjen (Purn.) Agus Wijoyo yang memiliki pemikiran membala komunis. Di masa pemerintahan Jokowi sekarang, banyak orang berani mengatakan, ingin membela PKI sampai mati. Bahkan, ada yang bernai mengatakan aku bangga jadi anak PKI. Padahal, Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945 .

Saya bertanya, apakah masih ada rasa dan pengetahuan keimanan itu dalam diri anggota PKI dan penganut komunisme indonesia ?

Kalau masih ada keimanan, maka sikap perilaku eks Tapol PKI, harusnya merefleksikan sebagai Insan Hamba Tuhan Yang Bertakwa dan menyadari bahwa yang dilakukan PKI di masa lalu adalah salah. Rasanya, sangat tidak pantas, ketika sesama bangsa Indonesia saling menuntut dan mencari pembenaran, dan malah terus memperjuangkan bahwa PKI tidak bersalah. Mereka seakan memanfaatkan masa pemerintahan Jokowi, sebagai masa yang tepat untuk membangun permusuhan dan pemutarbalikan fakta, agar bisa membangkitkan komunisme di Indonesia.

Harapan saya, para pembela PKI, eks Tapol, serta penggemar komunis segera sadar, yang lalu sudah berlalu. Sebaiknya, kita hidup bersama dalam biduk nasionalisme kebangsaan Indonesia yang berdasarkan pancasila Dan Undang Undang Dasar 1945.

Anggota PKI, Eks Tapol PKI, serta komunisme, sudah jelas membuat sengsara. Jangan memberikan kesempatan sedikit pun kepada PKI untuk menuntut dan tumbuh. Saya curiga, jangan-jangan, ketika ada Purnawirawan Jenderal ataupun pemuka agama yang ikut membela PKI dalam seminar 1965 di LBH pada 16 September 2017 besok, merupakan bagian dari organ perjuangan bangkitnya lagi PKI di Indonesia! Ingat, hingga detik ini, negara indonesia masih berdasarkan Pak ga suka dan UUD 1945, bukan berdasarkan pemahaman PKI dan komunisme!!!

Saya sangat yakin, Jika Seminar 1965 di LBH pada 16 September hendak membela PKI, tentuJokowi akan segera menggebuk seminar 1965 tersebut! Sekali lagi, Bravo atas komitmen luhur Presiden Jokowi untuk menggebuk PKI yang muncul!

*Eko Ismadi adalah Pemerhati Militer dan seorang Anti Komunis

Source cendananews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar